Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Dinilai Kambing Hitamkan Pemerintah soal Target Legislasi yang Meleset

Kompas.com - 08/03/2019, 17:57 WIB
Christoforus Ristianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, DPR hanya mencari kambing hitam dengan menunjuk pemerintah yang cenderung malas dalam membahas rancangan undang-undang (RUU).

"DPR selalu mencari kambing hitam dengan menyebut pemerintah malas membahas RUU, padahal kemalasan itu ada di DPR. Hal itu terlihat dari ruang sidang yang tidak dipenuhi oleh anggota DPR, bahkan kehadiranya tidak sesuai kuota yang mensyaratkan diadakanya sebuah rapat atau sidang," ujar Lucius yang ditemui dalam sebuah diskusi di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2019).

Dalam UU, lanjut Lucius, DPR menjadi koordinator dalam membahas RUU. Tak pelak, jika RUU banyak yang tidak disahkan, itu adalah kesalahan DPR sebagai penanggung jawabnya.

Baca juga: Mahfud MD Apresiasi Ide Jokowi soal Pusat Legislasi Nasional


Namun demikian, DPR seolah-olah enggan bertanggung jawab dan tidak mencari solusi untuk membahas RUU yang mandek.

"DPR sejatinya yang mencari jalan keluar, misalnya langkah apa jika pemerintah kerap tidak hadir dalam membahas RUU. Namun, kok mereka hanya menyalahkan pemerintah dan dijadikan alasan banyaknya RUU yang belum disahkan," ungkapnya kemudian.

Selain itu, seperti diungkapkan Lucius, hambatan yang membuat pembahasan RUU mandek adalah karena UU MD3 yang memanjakan anggota DPR guna menunda pembahasan RUU.

"Dalam UU MD3, tidak ada batasan waktu bagi anggota DPR untuk menyelesaikan atau mensahkan RUU. UU MD3 memperbolehkan DPR memperpanjang waktu pembahasan tanpa ada tenggat waktu jika dalam tiga kali masa sidang belum terselesaikan," ucap Lucius.

Baca juga: Beberapa Catatan Formappi soal Kinerja DPR pada Bidang Legislasi

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa mandeknya pembahasan RUU disebabkan karena ketidakhadiran pemerintah dalam rapat pembahasan.

Menurut dia, pemerintah cenderung malas dalam rangka pembahasan RUU.

"Nah kalau kita mau jujur bahwa justru mandeknya pembahasan UU sekarang yang ada di parlemen itu karena ketidakhadiran pemerintah. Jadi pemerintahlah yang malas hadir dalam rangka membahas rancangan UU," ujar Supratman dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Faktor kemalasan pemerintah itu, lanjut Supratman, juga terlihat dari tidak adanya Daftar Inventaris Masalah (DIM) saat menyerahkan surat presiden (Surpres) ke DPR.

Supratman mencontohkan tiga Surpres yang tidak disertai dengan DIM, yakni RUU tentang Pertembakauan, RUU ASN dan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat.

"Di zaman lalu yang namanya surpres itu biasanya bersamaan dengan DIM-nya. Tapi sekarang justru ada RUU yang surpresnya turun tapi DIM-nya tidak disertai langsung dengan Surpres yang ada," kata politisi dari Partai Gerindra itu.

Adapun dalam Rapat Paripurna pembukaan masa persidangan IV, Senin (4/3/2019), Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan saat ini ada 34 RUU yang masih dalam tahap pembahasan pada Pembicaraan Tingkat I antara DPR dan Pemerintah.

RUU tersebut berasal dari usulan DPR, Pemerintah, maupun yang datang dari DPD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com