JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengkritik langkah Polri menangkap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus dosen Univeritas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet.
"Penangkapan terhadap aktivis Robertus Robet menurut saya berlebihan. Apalagi sudah dijelaskan oleh Robert bahwa lagu yang dinyanyikan bukan ditujukan kepada institusi TNI hari ini tetapi kepada kebijakan rezim militer Suharto di masa yang lalu," kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/3/2019).
Baca juga: Menurut Polri, Ini Bukti yang Seret Aktivis HAM Robertus Robet Jadi Tersangka
"Setahu saya lagu tersebut kerap menghiasi demo-demo pro-demokrasi di era transisi menuju demokrasi," tambah dia.
Charles mengatakan, wacana revisi UU TNI tentang penempatan perwira TNI di institusi non-militer memang memicu kekhawatiran di berbagai kalangan.
Masih banyak masyarakat yang trauma terhadap kebijakan dwifungsi ABRI di era otoriter pemerintahan Suharto. Sehingga wajar apabila ada penolakan terhadap wacana tersebut.
Baca juga: Penangkapan Robertus Robet Dipandang Berpotensi Ciptakan Ketakutan dalam Berekspresi
Anggota Komisi I DPR ini mengingatkan, penerapan UU ITE jangan sampai memberangus kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil.
Menurut dia, penerapan pasal 28 UU ITE terhadap kasus Robert ini tidak tepat karena tidak ada unsur kesengajaan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan.
"Konteksnya yaitu mengingatkan agar masa kelam rezim militer Orde Baru tidak terulang kembali," ujar dia.
Baca juga: Bukan Aduan, Laporan Polisi Model A Jadi Dasar Penangkapan Dosen UNJ Robertus Robet
Charles pun berharap semua pihak juga bisa melihat kasus ini secara objektif dalam kerangka menjaga nilai-nilai demokrasi. Ia meminta jangan ada yang mengait-ngaitkan dengan politik praktis atau pilpres.
Robet sebelumnya ditangkap polisi pada Kamis (7/3/2019) dini hari terkait aksinya pada forum kamisan satu minggu sebelumnya. Namun, akhirnya Robet dilepas pada Jumat (8/3/2019) setelah selesai menjalani pemeriksaan.
Polisi menetapkan Robertus Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Baca juga: Berstatus Tersangka, Polri Sebut Dosen UNJ Robertus Robet Tak Wajib Lapor
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet diduga telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.