Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti: Masyarakat Memahami HAM, Tetapi Tanpa Pengakuan Hak Individu

Kompas.com - 31/01/2019, 00:00 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemahaman masyarakat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai mengabaikan hak individu.

Hal itu disampaikan Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Robertus Robet setelah melakukan survei terkait kultur HAM di Indonesia pada bulan Oktober 2018 silam.

"Kalau pakai istilah, dia (masyarakat) memahami HAM tapi pemahaman HAM tanpa pengakuan terhadap hak-hak individu," ujar Robertus di Kantor Amnesty Indonesia International, Gedung HDI Hive Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).

Dari survei tersebut, ia mencontohkan soal aspek antara hak untuk hidup dan hukuman mati yang pada akhirnya menimbulkan kontradiksi.

Baca juga: Peneliti Sebut Ada Kontradiksi dalam Pemahaman Masyarakat soal HAM

Hak untuk hidup menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah 43 persen yang disebutkan masyarakat sebagai bagian dari HAM.

Namun, ketika ditanyakan apakah mereka setuju atau tidak dengan hukuman mati, sebanyak 31 persen menjawab setuju dan 31 persen lainnya menjawab agak setuju.

Sementara itu, sebanyak 25 persen menjawab kurang setuju dengan hukuman mati dan 13 persen responden mengatakan tidak setuju dengan jenis hukuman tersebut.

Catatan lainnya dalam survei tersebut adalah pengaruh ideologi yang mengutamakan kelompok atau komunalisme terhadap persepsi HAM.

Robertus mengatakan bahwa pandangan agama menjadi yang paling berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat terhadap HAM.

"Di Indonesia ada selapis kultur HAM tetapi pertumbuhan kultur HAM itu ditekan oleh komunalisme yang kuat, terutama komunalisme yang berbasis agama," jelasnya.

"Komunalisme agama itu yang memengaruhi cara penerimaan, sensibilitas dan modus bertindak orang Indonesia dalam HAM," sambung dia.

Kemudian, ia mengatakan ada pula hal positif yang terlihat dari survei tersebut yakni terkait pemberian kompensasi kepada korban pelanggaran di Orde Baru.

Sebanyak 24 persen responden menyatakan setuju dan 34 persen lainnya menyatakan agak setuju dengan pemberian kompensasi korban pelanggaran HAM pada masa Orde Baru. Sementara sisanya menjawab tidak setuju.

Menurut Robertus, dukungan masyarakat tersebut perlu dikaji lebih mendalam demi membantu para korban.

"Ini yang perlu dikembangkan dan perlu dikaji lebih jauh, model-model advokasinya, bagaimana strategi-strategi yang bisa dipakai dari dukungan masyarakat itu untuk kebutuhan korban HAM di masa lalu. Itu 1 dimensi positif yang bisa dilakukan," ujar Robertus.

Terakhir, Robertus menilai pendidikan terkait HAM perlu diubah dengan metode terjun langsung ke lapangan agar lebih efektif.

Survei ini dilakukan terhadap 2.040 responden di 34 provinsi di Indonesia selama bulan Oktobet 2018.

Metode yang digunakan adalah stratified random sampling, dengan margin of error sebesar 2,3 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com