Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Keterangan Eni Maulani soal Idrus, Novanto, dan "Fee" Proyek PLTU

Kompas.com - 30/01/2019, 05:09 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Politisi Golkar itu bersaksi untuk terdakwa Idrus Marham yang merupakan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Dalam keterangannya, Eni menguraikan peran masing-masing orang yang terlibat dalam penerimaan fee terkait proyek pembangunan PLTU Riau 1.

Dua di antaranya yakni Idrus dan mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Golkar  Setya Novanto.

Berikut 7 keterangan Eni selama persidangan:

1. Idrus berpesan hati-hati terhadap Novanto

Eni mengatakan, terdakwa Idrus Marham sejak awal sudah mengingatkan agar dia berhati-hati saat berurusan dengan Setya Novanto.

"Pak Idrus bilang, 'Hati-hati. Nanti kalau ada apa-apa, kamu saja yang disalahkan'," ujar Eni kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Eni, sebelumnya dia bercerita kepada Idrus bahwa dia diminta oleh Setya Novanto untuk membantu pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan proyek PLTU. Saat itu, Novanto masih menjabat sebagai ketua DPR.

Kemudian, menurut Eni, Novanto memberitahu bahwa Kotjo akan memberikan fee, yakni uang 1,5 juta dollar Amerika Serikat dan saham.

"Saya enggak tahu apa Pak Idrus tahu Pak Novanto suka bagimana-bagaimana. Jadi sejak awal saya sudah di-warning," kata Eni.

Baca juga: Eni Maulani: Sejak Awal Pak Idrus Bilang Hati-hati dengan Setya Novanto

2. Idrus cocok gantikan Novanto

Eni mengatakan, Idrus Marham adalah kader yang paling cocok menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar untuk menggantikan Setya Novanto.

Menurut Eni, penilaiannya itu menjadi alasan mengapa ia mau meminta uang kepada pemegang saham Blackgold Natural Resources, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Menurut Eni, selain berpengalaman dalam berorganisasi, Idrus juga banyak berjasa bagi partai berlambang pohon beringin itu.

Baca juga: Menurut Eni, Idrus Marham Paling Cocok Gantikan Novanto Jadi Ketum Golkar

3. Uang 3 juta dollar AS untuk pengondisian

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/1/2019).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Eni mengaku memberitahu Idrus bahwa dia akan mendapatkan fee dari Johannes Budisutrisno Kotjo. Fee tersebut atas bantuan Eni agar Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Eni kemudian meminta 3 juta dollar AS kepada Kotjo. Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk pengondisian di internal partai. Tujuannya, agar tidak dilakukan musyawarah nasional dan partai mengangkat Idrus sebagai ketua umum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com