JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden belum memberikan perhatian yang mendalam terkait isu terorisme.
Hal itu terlihat dari pemaparan visi misi kedua pasangan calon pada saat debat pertama pilpres, Kamis (17/1/2019).
Harits menilai, keduanya belum bisa menampilkan konstruksi pemikiran yang komprehensif, sistematis, dan sederhana.
"Paparan dua paslon masih jauh dari ekspektasi publik, yang berharap narasi mereka bernas, tuntas dan fundamental," ujar Harits melalui keterangan tertulis, Jumat (18/1/2019).
Baca juga: Soal Terorisme, Maruf Dinilai Tajam dan Mengena, Prabowo Tak Paham Akar Masalah
Harits mengatakan, konstruksi pemikiran yang komprehensif seharusnya dapat digunakan kedua pasangan calon untuk mengidentifikasi masalah terkait terorisme, dari hulu hingga ke hilir.
Dengan demikian, masing-masing pasangan calon dapat memberikan solusi-solusi praktis untuk mencegah dan menindak terorisme tanpa melanggar koridor yang diatur dalam UU Terorisme, UU HAM dan sistem hukum.
Di sisi lain, Harits memandang adu debat antara pasangan calon terkait isu terorisme juga kurang menarik, dengan narasi yang kurang elaboratif.
Baca juga: Pernyataan Prabowo tentang Terorisme Dikirim dari Negara Lain Dinilai Konspiratif
"Bisa jadi memang soal terorisme dianggap bukan soal fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia dibandingkan persoalan-persolan lainnya seperti ekonomi, keadilan, pendidikan dan peningkatan kualitas SDM, moral generasi bangsa, kejahatan kerah putih dan narkoba," kata Harits.
Saat debat pertama pilpres, pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menekankan pemberantasan terorisme dengan strategi pencegahan, penindakan, deradikalisasi dan peningkatan pengetahuan HAM terhadap aparat.
Sedangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menekankan bahwa aspek terorisme dipengaruhi oleh faktor eksternal, faktor ketidakadilan hukum dan ekonomi, sehingga perlu dilakukan dengan pendekatan ke penyebab terorisme serta peningkatan investasi untuk aparat penegak hukum.