JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai, dari awal hingga berakhirnya debat pertama, pasangan capres dan cawapres belum menampilkan konstruksi pemikiran yang komprehensif, runut, sistematis dan simpel mengenai isu terorisme.
Menurut Harits, seharusnya masing-masing pasangan capres-cawapres mampu mengekspos ke ruang publik persoalan hulu sampai hilir akar terorisme, paradigma mengejar teroris, solusi-solusi praktisnya untuk mencegah, dan menindak para pelaku teroris.
“Paparan dua paslon (soal isu terorisme) masih jauh dari espektasi publik yang berharap narasi mereka bernas, tuntas dan fundamental,” tutur Harits saat dihubungi, Kamis (17/1/2018) malam.
Baca juga: Prabowo: Seringakali Terorisme Dikirim dari Negara Lain dan Dibuat Nyamar
Harits menilai, debat pertama fokus terkait isu terorisme kurang menarik.
Menurut Harits, masyarakat disuguhi narasi yang kurang elaboratif, di samping karena dua paslon juga kurang condong bahas isu terorisme.
“Bisa jadi memang soal terorisme bukan soal fundamental yang di hadapi bangsa Indonesia dibandingkan persoalan-persolan lainnya,” kata Harits.
Baca juga: Isu Terorisme, Maruf Bicara Radikalisme, Prabowo Akan Perkuat Militer
Persoalan-persoalan lain yang dimaksud yakni mengenai ekonomi, keadilan, pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, moral generasi bangsa, kejahatan kerah putih, narkoba yang telah banyak makan korban anak-anak bangsa.
Menurut Harits, bisa jadi persoalan terbatasnya waktu pemaparan yang menjadikan salah satu variabel espektasi publik tidak menemukan relevansinya pada debat kali pertama ini.
Baca juga: Jokowi Mengangguk-angguk Saat Dengar Maruf Bicara Panjang Lebar soal Terorisme
Meski demikian, kata Harits, dengan keterbatasan waktu itulah seseorang akan benar-benar diuji level lemah atau kuatnya kecerdasan dan skill komunikasinya. Sehingga, setiap kandidat harus memanfaatkan dengan baik waktu yang diberikan dengan baik.
“(Dua kandidat seharusnya) mempresentasikan sebuah narasi yang substansi bernas, tuntas, dan komprehensif dituangkan dalam frase-frase kalimat yang sistematis di sampaikan secara verbal,” kata Harits.