JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya memberikan masukan kepada pasangan capres-cawapres yang sedang berkontestasi dalam Pemilu 2019 terkait penanganan terorisme ke depannya.
Harits menuturkan, penanganan terorisme perlu menggunakan pendekatan lunak atau soft approach yang substansinya adalah deradikalisasi. Program soft approach harus tepat sasaran, fokus kepada tahanan dan narapidana terorisme.
Baca juga: Ini Prediksi Gagasan 2 Kandidat soal Isu Terorisme dalam Debat Pertama
Ia berpendapat, program soft approach yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat harus bisa menawarkan narasi yang minus akan salah paham.
“Harus mampu mengaborsi stigmatisasi atau labelisasi fenomena terorisme terkait dengan kelompok agama tertentu. Jika tidak, maka tawaran narasinya menjadi kontra produktif dan tidak akan mampu memenangkan hati publik,” kata Harits saat dihubungi, Kamis (17/1/2019).
Lalu, Harits menganjurkan, penanganan terorisme juga menggunakan pendekatan keras (hard approach) yakni proses penindakan hukum harus dipastikan berjalan sesuai dengan aturan serta tidak boleh ada tindakan yang melanggar HAM.
“Lebih penting lagi semua aksi penindakan bisa dipertanggung jawabkan secara hukum dan transparan serta akuntabel,” tutur Harits.
Baca juga: Yusril: Maruf Amin Akan Banyak Jawab Pertanyaan tentang Terorisme
Ia mencatat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ada dugaan kekerasan terhadap aparat penegak hukum (polisi) kepada orang-orang yang divonis dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Undang-undang tersebut merupakan payung hukum Polri untuk melakukan aksi pencegahan atau melakukan preemtive strike.
“Aksi over dari aparat keamanan (state terrorism) bisa berbalas aksi teror dari masyarakat sipil,” kata Harits.
Baca juga: Menuju Debat Perdana Pilpres 2019: HAM-Korupsi-Terorisme
Harits menambahkan, penguatan regulasi soal penanganan terorisme perlu diprioritaskan.
Ke depannya, kata Harits, pemerintah harus mampu memastikan semua upaya melawan terorisme itu sejalan dengan undang-undang yang ada.
“Di samping memastikan semuanya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum di hadapan publik, transparan dan akuntabel,” ucap Harits.
Baca juga: Panelis Debat Tak Akan Singgung Kasus Terkait Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme
Harits menuturkan, akar terorisme bukan sekedar soal paham radikal yang dimiliki oleh semua pengikut agama.
Menurut dia, aparat pemerintah sebagai representasi negara harus hadir mewujudkan cita-cita dan tujuan dari masyarakat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan.
“Selama negara dengan aparat pemerintahannya hadir ditengah masyarakat mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan, sumber daya manusia yang berkualitas dengan sendirinya akan menjadi senjata yang paling efektif untuk mereduksi potensi-potensi terorisme,” ujar Harits.