Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Capres Fiktif Nurhadi dan Fenomena Fanatisme di Pilpres

Kompas.com - 11/01/2019, 08:58 WIB
Jessi Carina,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Budayawan Sudjiwo Tedjo bercerita, suatu ketika dia dimaki teman lewat akun Twitter. Seorang teman lain me-retweet makian untuknya.

Perlakuan itu dia terima setelah menuliskan twit yang menyinggung dua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019.

Hal itu membuat dia berpikir bahwa pilpres kini terlampau serius dan berpotensi menghancurkan persahabatan.

"Kata aku, gila pilpres ini bisa buat persahabatan jadi hancur," ujar Sudjiwo Tedjo dalam program Rosi di Kompas TV yang tayang pada Kamis (10/1/2019).

Seorang penulis Maman Suherman juga bercerita dirinya dikeluarkan dari delapan grup Whatsapp. Alasannya karena dia tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon. Kata Maman, bahkan menjadi netral merupakan hal yang dipersoalkan pada Pilpres 2019 ini.

Baca juga: Komentar KPU soal Fenomena Capres-Cawapres Fiktif Nurhadi-Aldo

Pengalaman Sudjiwo Tedjo dan Maman merupakan bukti adanya fenomena fanatisme terhadap kandidat capres dan cawapres.

Di tengah kondisi ini, muncul "calon presiden" alternatif nomor urut 10 bernama Nurhadi yang "diusung" Koalisi Indonesia Tronjal-tronjol Maha Asyik.

Nurhadi merupakan seorang pemijat yang identitasnya digunakan seorang kreator untuk meme. Kutipan-kutipan yang ada di meme Nurhadi sering mengundang gelak tawa meski terkadang memiliki pesan satir dan mengandung bahasa yang vulgar.

Kisah Nurhadi

Nurhadi belum pernah bertemu dengan kreator meme bernama Edwin yang memviralkan dirinya. Namun, dia yakin masih banyak orang baik di dunia. 

Keyakinannya itu membuat dia tidak khawatir identitasnya akan dibuat untuk hal-hal negatif.

Nurhadi hanya meninggalkan pesan yang menjadi panduan bagi Edwin dalam membuat konten.

"Jangan menyinggung agama, negara, dan jangan menyakiti orang lain," ujar Nurhadi.

Sejak viral di media sosial, pelanggan pijat Nurhadi bertambah banyak. Pelanggannya senang karena seolah sedang dipijat "calon presiden".

Baca juga: Bertemu Nurhadi, Calon Presiden Fiktif Maha Asik yang Viral

Nurhadi mengatakan, banyak yang menyukai dirinya karena selalu menebar hal positif. Dia mengajak masyarakat untuk tertawa di tengah suasana politik di Indonesia.

Nurhadi senang identitasnya digunakan untuk hal seperti itu.

"Mereka tahu saya orangnya positif, jadi ikut positif," kata dia. 

Hiburan di tengah hiruk-pikuk politik

Keberadaan Nurhadi bagaikan oase di tengah panasnya suasana perpolitikan di Indonesia.

"Parodi lahir dari kondisi seperti sekarang dan datang dari semua lapisan. Nurhadi ini bentuk kemuakan kita dari keriuhan," ujar Maman.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sepakat dengan hal itu. Muhaimin atau Cak Imin mengatakan Nurhadi bagaikan pendingin suasana.

"Begitu terlalu serius seperti sekarang, Pak Nurhadi dikirim Tuhan untuk bikin adem lagi," ujar Cak Imin.

Baca juga: Fakta di Balik Populernya Capres-Cawapres Fiktif, Nurhadi-Aldo

Di sisi lain, fenomena Nurhadi bisa jadi arus baru kekecewaan terhadap sistem politik di Indonesia. Kehadiran Nurhadi seharusnya jadi pengingat bagi elite atas risiko itu.

Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said, membaca pesan yang kuat dari meme Nurhadi. Pesan yang dimaksud adalah untuk tidak terlalu fanatik terhadap pasangan calon mana pun.

"Jangan sampai kita kenal pun tidak, tetapi membenci dan mencintai luar biasa," kata dia.

Kompas TV Selain pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno jagad dunia maya diramaian munculnya calon Presiden dan calon Wakil Presiden "fiktif" Nurhadi-Aldo. Pasangan Capres dan Cawapres "fiktif" ini mengaku didukung oleh "koalisi Indonesia tronjal tronjol maha asik" ulasannnya akan hadir bersama jurnalis KompasTV Gibran Muhammad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com