Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nurhadi-Aldo Dinilai sebagai Kreativitas, Bukan Gerakan Kemuakan Politik

Kompas.com - 08/01/2019, 14:54 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sejumlah pihak menengarai kemunculan Nurhadi-Aldo, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden fiktif di media sosial, sebagai pertanda muaknya generasi milenial terhadap realitas politik yang dipenuhi intrik, hujatan, bahkan fitnah.

Akan tetapi, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Kuskridho Ambardi mengatakan bahwa kemunculan Nurhadi-Aldo belum menandakan kemuakan politik.

Menurut dia, fenomena ini memang bisa saja dipandang sebagai cerminan kejenuhan publik terhadap proses politik konvensional yang semakin tidak kondusif. Namun, hal itu tidak berarti memperlihatkan kemuakan.

"Bukan juga (puncak kemuakan). Gejala itu akan muncul kapan pun. Dan belum tentu menjadi sebuah gerakan protes masif. Gejala itu belum berubah menjadi gerakan penolakan terhadap kandidat atau penolakan terhadap pemilu," kata pria yang akrab disapa Dodi Ambardi, saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (8/1/2019) pagi.

Baca juga: Pengamat: Nurhadi-Aldo Tak Sebabkan Golput di Kalangan Pemilih Muda

Sejak tren Nurhadi-Aldo bergulir di masyarakat selama dua pekan terakhir, semua konten yang disajikan masih sebatas kreativitas masyarakat di media sosial.

Dodi menilai kreativitas itu masih dalam bentuk hiburan, dan bukan gerakan politik.

"Kreatifitas normal di era medsos ini, apa pun ada meme lucunya. Keduanya memberikan slogan dan komentar yang lucu dan menghibur," kata Dodi.

Dia pun berharap tren Nurhadi-Aldo tak perlu diambil pusing. Semua pihak boleh turut menikmati dagelan ini untuk melemaskan ketegangan yang terjadi sebagai dampak Pilpres 2019.

"Kita perlu gembira menyikapinya karena ia membuka ruang humor di tengah kepengapan politik partisan. Saya juga sering tersenyum dengan parodi-parodi mereka. Untuk anak muda, saya kira sama, itu hiburan yang sehat," ujar Dodi.

Bentuk sindiran semacam ini juga bukan hal baru di dunia perpolitikan sebuah negara. Di masa-masa sebelumnya beragam bentuk protes ataupun kritik politik juga sudah dilakukan, hanya saja menggunakan media yang berbeda sesuai dengan eranya.

Baca juga: Fakta di Balik Populernya Capres-Cawapres Fiktif, Nurhadi-Aldo

Saat ini media yang sangat dekat dengan masyarakat adalah media sosial, namun sebelumnya media-media konvensional  lah yang banyak dimanfaatkan.

"Kalau sindiran banyak. Sejumlah mahasiswa dalam melakukan kritik, mereka menyampaikannya dalam berbagai bentuk. Ada baca puisi, ada teater. Mereka memanfaatkan media konvensional untuk menjangkau publik. Kini, medsos menjadi saluran utama. Mudah dan murah," kata Dodi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com