Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Bisa Dianggap Bertindak Sewenang-wenang jika Tak Jalankan Putusan MK

Kompas.com - 22/12/2018, 18:06 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, sudah sewajarnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan (DPD).

Jika menentang keputusan MK, kata Feri, KPU dapat dianggap bertindak sewenang-wenang.

Hal itu menanggapi pelaporan dua komisioner KPU RI ke Bareskrim Polri oleh Partai Hanura lantaran KPU tidak memasukkan nama Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.

"KPU tidak dapat bertindak sewenang wenang dalam melaksanakan kebijakan dan/atau tindakan administrasi negara berupa tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/12/2018).

Baca juga: Menanti Keputusan Akhir KPU soal Nasib Oesman Sapta Odang...

Dikarenakan putusan MK merupakan putusan yang terlebih dulu berkekuatan hukum tetap berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang MK, maka KPU harus menjalankan Putusan MK tersebut.

Jika KPU tidak melaksanakan putusan MK, maka KPU akan dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan putusan MK nomor 79/PUU-XV/2017, setiap individu atau lembaga negara yang tidak menjalankan putusan MK dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).

Menurut putusan itu pula, putusan MK adalah putusan yang bersifat final and binding serta deklaratif (menyatakan apa yang sesungguhnya yang menjadi hukum), dan constitutief (meniadakan hukum dan menciptakan hukum baru). Jika mengabaikan segala sesuatu yang menjadi hukum yang seharusnya, maka dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Baca juga: Soal Kasus Oesman Sapta, KPU Bingung Harus Ikuti MK atau MA

Sementara itu, penyelenggara pemilu yang tidak menjalankan kewajibannya, berdasar Pasal 471 Undang-Undang Pemilu terkait pelaksanaan putusan PTUN, tidak dapat diberikan sanksi pidana.

"Apalagi jika tindakan KPU merupakan upaya melaksanakan Putusan MK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

"Untuk itu KPU tidak dapat dikriminalisasi terhadap tindakan KPU mencoret nama salah seorang calon anggota DPD dari daftar calon tetap anggota DPD," tandasnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari dilaporkan ke Bareskrim Polri. Pelapor adalah 34 anggota DPD Partai Hanura yang diwakili Ketua DPD Hanura DKI Jakarta, Muhammad Sangaji. Laporan dibuat pada Kamis (20/12/2018).

Baik Arief maupun Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar.

Tudingan tersebut dilayangkan Hanura lantaran Arief dan Hasyim tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Putusan itu memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com