Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kode dari Jokowi di Balik Istilah "Sontoloyo" dan "Genderuwo"

Kompas.com - 15/11/2018, 16:38 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama dua bulan masa kampanye Pilpres 2019, kontestasi politik dinilai masih belum berada pada tahap adu ide dan gagasan.

Masing-masing pasangan capres-cawapres masih cenderung adu jargon politik untuk saling menjatuhkan.

Penggunaan istilah politisi "sontoloyo" dan politik "genderuwo" sempat dilontarkan oleh calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo.

Sementara, istilah "tampang Boyolali" yang digunakan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk mengkritik ketimpangan sosial sempat menjadi polemik.

Baca juga: Soal Dana Kelurahan, Politisi Sontoloyo, dan Klarifikasi Jokowi...

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengatakan, jika dilihat dari sisi psikologi politik, jargon-jargon politik seperti politisi sontoloyo dan politik genderuwo merupakan bentuk protes Jokowi.

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk dalam sebuah diskusi di kantor Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018). KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk dalam sebuah diskusi di kantor Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).
Menurut Hamdi, Jokowi melontarkan protes terhadap para politisi yang tidak memegang etika berpolitik.

Akibatnya, suasana politik di Indonesia saat ini terkesan tidak elegan.

"Jokowi merasa banyak politisi tak memegang etika politik yang membuat demokrasi kita lebih elegan," ujar Hamdi dalam sebuah diskusi di Kantor Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).

Baca juga: Jokowi: Karena Sudah Jengkel, Keluarlah Itu Sontoloyo...

Protes Jokowi tersebut, lanjut Hamdi, tidak bisa dilepaskan dari banyaknya fitnah dan hoaks yang menyerang petahana itu sejak Pilpres 2014.

Selama ini, figur Jokowi selalu diterpa isu antek Partai Komunis Indonesia (PKI), pro terhadap pemerintah China, anti-Islam, dan isu masuknya jutaan tenaga kerja asing ke Indonesia.

Faktor itu juga yang menyebabkan Jokowi melontarkan istilah politik genderuwo kepada mereka yang dianggapnya menyebarkan pesimisme dan ketakutan di tengah masayarakat.

"Kebetulan dia merasa serangan hoaks dan fitnah banyak mengarah pada dirinya dan dia mulai protes, maka muncullah politisi sontoloyo," kata Hamdi.

Baca juga: Soal “Politik Genderuwo”, Akbar Tandjung Sebut Perpolitikan Indonesia Masih Harus Diperbaiki

Di sisi lain, Hamdi menilai, kedua istilah tersebut digunakan Jokowi untuk memberikan warning atau peringatan kepada para lawan politiknya.

Sebagai petahana, kata Hamdi, Jokowi berharap kontestasi Pilpres 2019 tidak diisi dengan fitnah atau hoaks, melainkan sebagai wadah pertarungan ide dan gagasan.

Politisi sontoloyo dan politisi genderuwo merupakan kode keras untuk lawan Jokowi.

"Selain protes bisa juga warning atau kode keras. Janganlah politik kita seperti itu. Lebih baik adu gagasan, adu program," kata Hamdi.

"Publik juga rindu, harusnya (kampanye) diletakkan dalam adu program. Jadi masyarakat dapat alternatif berbasis data yang akurat," ujar dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Menuju Istana 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com