Taufik merupakan Wakil Ketua DPR bidang ekonomi keuangan yang membawahi ruang lingkup tugas Komisi XI dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Berbeda dengan Taufik, saat melakukan tindak pidana, Setya Novanto belum menjabat sebagai pimpinan DPR. Namun, dalam putusan majelis hakim, Novanto terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi Golkar memiliki pengaruh lebih dibanding anggota DPR lainnya.
Saat itu, perolehan kursi anggota DPR yang terbesar adalah Demokrat dan Partai Golkar.
Novanto berwenang untuk mengoordinasikan anggota Fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan Dewan.
Baca juga: PAN Evaluasi Posisi Taufik Kurniawan Sebagai Pimpinan DPR
Sebagai bukti, menurut hakim, Novanto berhasil meloloskan anggaran e-KTP sebesar Rp 2 triliun pada 2011. Padahal, dalam tahun sebelumnya, permintaan anggaran tidak disetujui DPR.
Dalam surat tuntutan, jaksa KPK juga menyebut Novanto sebagai seorang politisi yang punya pengaruh kuat dan seorang pelobi ulung.
Ada kesamaan lain antara Taufik dan Setya Novanto.
Keduanya dinilai sama-sama mengintervensi proses pengambilan kebijakan anggaran sebagai salah satu fungsi anggota legislatif.
KPK menduga Taufik mengintervensi proses pembahasan anggaran di Komisi XI selaku komisi keuangan dan Badan Anggaran DPR.
Taufik diduga berkomunikasi dengan pihak terkait di bawahnya untuk memuluskan permintaan Bupati Kebumen Yahya Fuad.
Baca juga: PAN Bahas Proses Pergantian Wakil Ketua DPR Pasca-penahanan Taufik Kurniawan
Awalnya, Yahya meminta DAK untuk Kebumen sebesar Rp 100 miliar. Menurut KPK, penerimaan fee oleh Taufik sebesar 5 persen dari nilai anggaran yang diperoleh.
Namun, hingga saat ini, KPK masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam pembahasan anggaran.
Dalam kasus e-KTP, Setya Novanto menyatakan kesiapannya sejak awal untuk mendukung terlaksananya proyek e-KTP dan memastikan usulan anggaran Rp 5,9 triliun disetujui DPR.
Namun, Novanto meminta agar fee sebesar 5 persen bagi anggota DPR lebih dulu diberikan oleh para pengusaha yang ikut dalam proyek.
Jika permintaan tidak dipenuhi, Setya Novanto tidak akan mau membantu pengurusan anggaran.
Akhirnya, dalam kesepakatan, para pengusaha yang tergabung dalam konsorsium sepakat memberikan 5 persen kepada Setya Novanto dan anggota DPR lain.
Dalam persidangan, Novanto mengakui ada pimpinan Badan Anggaran DPR yang ikut menerima uang.