Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Pimpinan Dewan, dari Jual Beli Pengaruh hingga Intervensi Anggaran

Kompas.com - 04/11/2018, 13:37 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Taufik Kurniawan tersenyum saat keluar dari ruang pemeriksaan di Lantai II Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (2/11/2018).

Taufik yang mengenakan kacamata dan peci hitam itu terlihat santai meski telah mengenakan rompi tahanan oranye.

Sebelum menaiki mobil tahanan, Taufik menyampaikan tanggapan singkat kepada awak media.

"Secanggih-canggihnya rekayasa manusia, rekayasa milik Allah-lah yang paling sempurna. Itu dicerna sendiri, ya," kata Taufik.

Baca juga: KPK Persilakan Taufik Kurniawan Ungkap Dugaan Keterlibatan Pihak Lain

Taufik adalah pimpinan kedua DPR yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Tepat setahun sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Meski sama-sama menjabat sebagai pimpinan Dewan, ada beberapa kesamaan dan perbedaan dalam perkara korupsi yang melibatkan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar tersebut.

Jual beli pengaruh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (2/11/2018). Ia tampak keluar memakai rompi tahanan KPK sekitar pukul 18.20 WIBDYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (2/11/2018). Ia tampak keluar memakai rompi tahanan KPK sekitar pukul 18.20 WIB
Taufik merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen pada APBN Perubahan Tahun 2016.

Ia diduga menerima fee sekitar Rp 3,65 miliar terkait pengurusan DAK tersebut.

Dalam pengesahan APBN Perubahan Tahun 2016, DAK untuk Kabupaten Kebumen sebesar Rp 93,37 miliar.

Menurut KPK, suap tersebut diberikan oleh Bupati Kebumen M Yahya Fuad. Saat baru dilantik sebagai bupati, Yahya diduga melakukan pendekatan kepada sejumlah pihak di DPR, termasuk Taufik.

Taufik memang merupakan anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII yang mewakili daerah Kebumen, Banjarnegara dan Purbalingga.

Baca juga: KPK Ingatkan Anggota DPR Ambil Pelajaran dari Kasus Korupsi Taufik Kurniawan

Namun, KPK menduga, dalam kasus ini, Taufik turut menggunakan pengaruhnya sebagai pemegang jabatan tinggi di parlemen.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Taufik diduga tidak sekadar menggunakan posisinya sebagai penyelenggara negara dalam menerima suap, tetapi juga menggunakan pengaruhnya dalam posisi sebagai pimpinan DPR.

"Mengapa KPK mengenakan Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Tipikor, karena yang bersangkutan telah menerima sesuatu akibat melakukan sesuatu. Menggerakan sesuatu tentu karena ada kemampuan atau sama dengan posisi (jabatan)," ujar Saut kepada Kompas.com, Minggu (4/11/2018).

Taufik merupakan Wakil Ketua DPR bidang ekonomi keuangan yang membawahi ruang lingkup tugas Komisi XI dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Berbeda dengan Taufik, saat melakukan tindak pidana, Setya Novanto belum menjabat sebagai pimpinan DPR. Namun, dalam putusan majelis hakim, Novanto terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.

Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto meninggalkan gedung KPK, usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (5/12), malam. Setya Novanto diperiksa untuk melengkapi berkas berkas penyidikan

Kompas/Alif Ichwan (AIC)
05-12-2017KOMPAS/ALIF ICHWAN Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto meninggalkan gedung KPK, usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (5/12), malam. Setya Novanto diperiksa untuk melengkapi berkas berkas penyidikan Kompas/Alif Ichwan (AIC) 05-12-2017
Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi Golkar memiliki pengaruh lebih dibanding anggota DPR lainnya.

Saat itu, perolehan kursi anggota DPR yang terbesar adalah Demokrat dan Partai Golkar.

Novanto berwenang untuk mengoordinasikan anggota Fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan Dewan.

Baca juga: PAN Evaluasi Posisi Taufik Kurniawan Sebagai Pimpinan DPR

Sebagai bukti, menurut hakim, Novanto berhasil meloloskan anggaran e-KTP sebesar Rp 2 triliun pada 2011. Padahal, dalam tahun sebelumnya, permintaan anggaran tidak disetujui DPR.

Dalam surat tuntutan, jaksa KPK juga menyebut Novanto sebagai seorang politisi yang punya pengaruh kuat dan seorang pelobi ulung.

Intervensi anggaran

Ada kesamaan lain antara Taufik dan Setya Novanto.

Keduanya dinilai sama-sama mengintervensi proses pengambilan kebijakan anggaran sebagai salah satu fungsi anggota legislatif.

KPK menduga Taufik mengintervensi proses pembahasan anggaran di Komisi XI selaku komisi keuangan dan Badan Anggaran DPR.

Taufik diduga berkomunikasi dengan pihak terkait di bawahnya untuk memuluskan permintaan Bupati Kebumen Yahya Fuad.

Baca juga: PAN Bahas Proses Pergantian Wakil Ketua DPR Pasca-penahanan Taufik Kurniawan

Awalnya, Yahya meminta DAK untuk Kebumen sebesar Rp 100 miliar. Menurut KPK, penerimaan fee oleh Taufik sebesar 5 persen dari nilai anggaran yang diperoleh.

Namun, hingga saat ini, KPK masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam pembahasan anggaran.

Dalam kasus e-KTP, Setya Novanto menyatakan kesiapannya sejak awal untuk mendukung terlaksananya proyek e-KTP dan memastikan usulan anggaran Rp 5,9 triliun disetujui DPR.

Namun, Novanto meminta agar fee sebesar 5 persen bagi anggota DPR lebih dulu diberikan oleh para pengusaha yang ikut dalam proyek.

Jika permintaan tidak dipenuhi, Setya Novanto tidak akan mau membantu pengurusan anggaran.

Akhirnya, dalam kesepakatan, para pengusaha yang tergabung dalam konsorsium sepakat memberikan 5 persen kepada Setya Novanto dan anggota DPR lain.

Dalam persidangan, Novanto mengakui ada pimpinan Badan Anggaran DPR yang ikut menerima uang.

KOMPAS.com Perjalanan Setya Novanto menuju kursi terdakwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com