JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan pemberian imbalan kepada pelapor kasus korupsi hanya menjadi salah satu variabel yang dapat menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.
Namun, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Satrya Langkun mengatakan, imbalan tak semata-mata berpengaruh besar terhadap penurunan kasus korupsi.
"Ketika keran pelaporan dibuka, dia tidak lebih hanya meningkatkan level yang tadinya ruang ada tempat pelaporan, sekarang yang melapor dapat reward, cuma segitu titik," ujar Tama ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (12/10/2018).
"Apakah itu akan mengubah (menurunkan korupsi), belum tentu, menjadi salah satu variabel bisa jadi," lanjutnya.
Baca juga: ICW: Perlu Ada Perlindungan yang Komprehensif untuk Pelapor Kasus Korupsi
Menurutnya, terdapat dua aktor yang dapat memengaruhi penurunan tingkat korupsi tersebut, yaitu lembaga penegak hukum dan pemerintah.
Lembaga penegak hukum yang dimaksud yaitu kejaksaan, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketiganya berperan menangani pelaporan kasus korupsi, seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 soal pemberian imbalan kepada pelapor kasus korupsi.
"Siapa yang bisa menurunkan, ya penegak hukumnya, seberapa banyak dia bisa menangani perkara," katanya.
Selain itu, pemerintah juga dianggap perlu berperan melakukan tindakan pencegahan terhadap korupsi.
Salah satu bentuknya adalah pengawasan, baik secara internal di setiap lembaga pemerintah, maupun secara eksternal misalnya oleh KPK.
Baca juga: Pelapor Kasus Korupsi Diberi Imbalan, Jaksa Agung Minta Warga Sertakan Bukti Kuat
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Melalui peraturan tersebut, Presiden berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perang terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.
"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).
Sementara untuk pelapor tindak pidana korupsi berupa suap, besar premi yang diberikan sebesar dua permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.