Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Pelapor Kasus Korupsi Diberi Imbalan Sudah Jadi Kewajiban Sejak 18 Tahun Lalu

Kompas.com - 12/10/2018, 15:08 WIB
Devina Halim,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 soal pemberian imbalan kepada pelapor kasus korupsi adalah hal yang biasa.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Satrya Langkun mengungkapkan, kewajiban itu sebenarnya sudah ada sejak 18 tahun silam.

"Kalau mau jujur sebenarnya itu sudah menjadi kewajiban sejak 18 tahun yang lalu, ada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 71 Tahun 2000, PP yang direvisi oleh PP yang sekarang," tutur Tama kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (12/10/2018).

Kendati demikian, ia mencatat ada beberapa perbedaan antara kedua aturan tersebut.

Baca juga: TII: Insentif Baik, tapi Risiko Jadi Pelapor Kasus Korupsi Juga Perlu Ditangani

Dalam peraturan yang baru, disebutkan secara spesifik soal lembaga penegak hukum yang dimaksud, yaitu kejaksaan, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, peraturan baru juga menyebutkan batas maksimal jumlah imbalan, yaitu Rp 200 juta.

"Yang kedua, yang berbeda adalah terkait dengan penerimaan, kalau dulu enggak dibatasi, pokoknya 2 permil (2 per 1.000). Kalau sekarang 2 permil atau maksimal Rp 200 juta," terang dia.

Kemudian untuk kategori tindak pidana suap, disebutkan dalam peraturan baru bahwa jumlah maksimal premi yang diberikan adalah Rp 10 juta.

Ia memberi apresiasi terhadap peraturan baru tersebut karena membuat pelaksanaannya menjadi lebih pasti.

Baca juga: Jangan Sampai Pelapor Kasus Korupsi Dapat Uang, tapi Keselamatannya Terancam

Namun, Tama menekankan pada segi implementasi peraturan tersebut yang dirasanya masih "mandek" selama 18 tahun belakangan.

"Problem paling mendasar, implementasinya seharusnya sudah dari 18 tahun yang lalu," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Melalui peraturan tersebut, Presiden berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perang terhadap tindak pidana korupsi.

Dalam Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).

Sementara untuk pelapor tindak pidana korupsi berupa suap, besar premi yang diberikan sebesar dua permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com