Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Gerindra: Jokowi Salah Sejak Awal Cabut Subsidi BBM

Kompas.com - 12/10/2018, 11:36 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu menilai, pemerintahan Joko Widodo sudah salah sejak awal saat memutuskan mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada 2014 lalu.

Akibatnya, menurut dia, pemerintah saat ini menghadapi dilema. Menaikkan harga premium dengan risiko daya beli masyarakat menurun, atau mempertahankan harga premium dengan risiko Pertamina yang terus merugi.

"Ini memang sesunguhnya diawali kebijakan pemerintah yang keliru. Waktu kita tentang habis-habisan, tapi pemerintah tetap mencabut subsidi BBM," kata Gus Irawan saat dihubungi, Jumat (12/10/2018).

Baca juga: Politisi Gerindra: Pertamina Jadi Kambing Hitam untuk Pencitraan Jokowi

Gus Irawan menyesalkan pemerintah tidak mengoreksi kesalahan ini sejak awal.

Pemerintah, kata dia, justru membuat kebijakan lain yang makin keliru. Salah satunya adalah dengan meminta Pertamina menyalurkan premium dengan harga yang tetap diatur oleh pemerintah.

"Karena mungkin, apakah malu, mestinya tidak perlu malu mengoreksi kebijakan keliru itu. Akhirnya diambil kebijakan yang menutupi kekeliruan itu dengan keliru-keliru yang baru," ucapnya.

Akibat kebijakan ini, Pertamina tidak bisa serta merta melepas harga premium kepada mekanisme pasar.

Baca juga: Drama di Balik Penundaan Kenaikan Harga Premium

Pertamina mau tidak mau harus mensubsidi harga premium dengan menanggung kerugian.

"Pertamina sudah paparkan di komisi VII, bahwa setiap liter premium, Pertamina itu minus Rp 3000. Itu yang menanggungnya Pertamina sebagai koorporasi," kata Gus Irawan.

Gus Irawan mempertanyakan argumen Presiden Jokowi saat mencabut subsidi BBM pada 2014 lalu.

Saat itu, Jokowi menyebut bahwa pencabutan subsidi BBM untuk dialihkan ke sektor produktif sehingga bisa berdampak positif bagi perekonomian.

"Katanya bisa membuat ekonomi tumbuh meroket sampai 7 persen. Hari ini terjawab sudah, bahwa apa yang disampaikannya itu sesuatu yang tidak menjadi kenyataan. Ekonomi kita toh di angka 5 sampai 5,2 persen, sangat jauh dari yang dijanjikan 7 persen itu," ucap Gus Irawan.

Baca juga: Ini Alasan Penundaan Kenaikan Harga Premium

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan sebelumnya menyebut, sesuai arahan Presiden, premium akan naik pada Rabu (10/10/2018), paling cepat pukul 18.00 WIB.

Namun tak sampai satu jam, pernyataan Jonan itu langsung dikoreksi oleh anak buahnya.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, harga premium batal naik berdasarkan arahan Presiden Jokowi.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Erani Yustika mengatakan, pembatalan tersebut terjadi karena Presiden mendengarkan aspirasi publik.

Menurut dia, Presiden ingin memastikan daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas dari setiap kebijakan yang diambil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com