Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pendapat, Satu Hakim Tinggi Menilai Fredrich Seharusnya Dihukum 10 Tahun Penjara

Kompas.com - 10/10/2018, 14:33 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap terdakwa Fredrich Yunadi. Dengan demikian, vonis terhadap Fredrich tetap 7 tahun penjara.

Meski demikian, menurut Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johannes Suhadi, ada salah anggota majelis hakim yang mengajukan dissenting opinion (beda pendapat).

Hal itu tercantum dalam salinan pertimbangan putusan yang diterima, Rabu (10/10/2018).

Hakim tinggi tersebut adalah hakim anggota keempat ad hoc Jeldi Ramadhan. Menurut dia, Fredrich selaku advokat seharusnya menyadari bahwa pengacara adalah profesi terhormat sebagai salah satu penegak hukum.

Baca juga: KPK Putuskan Banding atas Vonis 7 Tahun Fredrich Yunadi

Dalam membela klien, menurut Jeldi, Fredrich seharusnya tetap menghormati fungsi, tugas dan wewenang penegak hukum lainnya. Meski advokat memiliki hak imunitas, bukan berarti advokat steril dari tuntutan hukum.

Jeldi menganggap Fredrich telah melakukan kebohongan mulai dari keberadaan klien hingga rekayasa kecelakaan yang dibuat secara sistematis dan terencana.

Apalagi, menurut Jeldi, perbuatan kejahatan itu dilakukan Fredrich terkait perkara korupsi kliennya yang merupakan kejahatan luar biasa. Fredrich menghalangi penyidikan yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Dalam fakta persidangan nyata niat jahat (mens rea) terbukti dalam perbuatannya yang sedemikian rupa untuk membela kliennya," kata hakim Jeldi dalam pertimbangan putusan.

Berdasarkan pertimbangan itu, Jeldi menganggap terlalu ringan jika Fredrich divonis hanya 7 tahun penjara. Menurut dia, Fredrich seharusnya dihukum 10 tahun penjara.

Namun, karena putusan hakim berdasarkan suara terbanyak, maka putusan terhadap Fredrich yang dipilih adalah menguatkan putusan pengadilan sebelumnya, yakni pidana penjara selama 7 tahun.

Mantan pengacara Setya Novanto tersebut awalnya divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Fredrich juga diwajibkan membayar denda Rp 500  juta subsider 5 bulan kurungan.

Baca juga: Pengadilan Tinggi Kuatkan Hukuman 7 Tahun Penjara terhadap Fredrich Yunadi

Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam putusan, majelis hakim menilai perbuatan Fredrich memenuhi unsur mencegah, merintangi, mengagalkan penyidikan secara langsung atau tidak Iangsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa.

Fredrich terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan penyidik KPK terhadap tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Kompas TV Berikut tiga berita terpopuler versi KompasTV hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com