Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Pemda Setuju Cukai Rokok Digunakan untuk Tutup Defisit BPJS Kesehatan

Kompas.com - 19/09/2018, 15:02 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden yang membuat cukai rokok dari daerah bisa digunakan untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Jokowi pun menegaskan bahwa terbitnya Perpres tersebut tidak akan mengurangi pendapatan daerah.

"Itu yang terima juga daerah untuk pelayanan kesehatan di daerah. Kan bukan untuk pelayanan kesehatan di pusat. Bagaimana sih. Itupun sudah melalui persetujuan daerah," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Baca juga: Jokowi Teken Perpres, Cukai Rokok Bisa Tutup Defisit BPJS Kesehatan

Menurut Jokowi, terbitnya Perpres tersebut sudah sesuai dengan amanat Undang-undang dimana 50 persen pendapatan dari cukai rokok digunakan untuk pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, tidak masalah jika cukai rokok digunakan untuk membantu keuangan BPJS yang tengah mengalami defisit hingga Rp 16,58 triliun.

"Apapun namanya pelayanan kesehatan untuk masyarakat harus dilakukan dgn sebaik baiknya sehingga defisit itu sebagian ditutup dari hasil cukai," kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi berbeda dari keterangan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono. Sumarsono menilai, akibat Perpres yang kini sedang dalam tahap pengundangan itu, pendapatan daerah yang selama ini berasal dari cukai rokok otomatis berkurang.

Baca juga: Perpres Cukai Rokok Penambal Defisit BPJS Kesehatan Diterbitkan, Pendapatan Daerah Otomatis Berkurang

"Yang jelas, sumber daerah, kalau dipotong, ya kalang kabut. Karena (pendapatan asli daerah) dari rokok itu paling besar. Yang kedua, restoran," ujar Sumarsono.

Selama ini, cukai produsen rokok masuk ke pendapatan negara melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Dari situ, dana cukai rokok dibagikan secara proporsional kepada 514 pemerintah kota/ kabupaten. Dana tersebut bernama Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Baca juga: Bailout buat BPJS Kesehatan...

Dalam ketentuan Perpres yang baru itu, disebutkan bahwa pendapatan negara dari cukai rokok itu dipotong 50 persen. Sebagian tetap didistribusikan ke pemerintah kota/ kabupaten melalui DBHCHT. Sebagian lagi digunakan untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan.

Oleh sebab itu, Sumarsono berharap, Perpres ini diantisipasi pemerintah daerah agar kondisi APBD tetap sehat.

"Ini jelas dilema bagi pendapatan daerah. Karena itulah, solusi terbaiknya, ketika PAD berkurang, harus dicarikan insentif atau sumber pendapatan yang lain," ujar Sumarsono.

Ia berharap pemerintah pusat dapat mencarikan insentif bagi daerah tersebut. 

Kompas TV BPJS Kesehatan sebelumnya telah mengeluarkan peraturan baru yang mengatur beberapa penyesuaian manfaat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com