JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung merasa dirinya tak layak diadili. Hal itu dikatakan Syafruddin saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Syafruddin tersedu-sedu saat mengucapkan judul pembelaan yang ia bacakan. Kata-katanya tiba-tiba timbul tenggelam, seperti sedang menangis.
"Pembelaan ini kami beri judul, 'Perjalanan Menembus Ruang dan Waktu, Perjalanan Ketidakpastian Mengadili MSAA BDNI'," ujar Syafruddin.
Baca juga: Mantan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung Dituntut 15 Tahun Penjara
Menurut Syafruddin, pembelaan pribadi ini dibuat tanpa ada intervensi dari pihak mana pun, termasuk dari para penasihat hukumnya. Syafruddin mengatakan, pembelaan ini adalah curahan hatinya yang merasa diperlakukan tidak adil.
Sejak ditahan dan diadili di pengadilan, Syafruddin merasa dirinya hampa, kesepian dan merasa bingung atas tuduhan yang didakwakan kepadanya. Apalagi, peristiwa yang didakwakan sudah bertahun-tahun sebelumnya.
Syafruddin dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syafruddin juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Syafruddin dinilai merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.