Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didatangi Novanto, Eni Maulani Diminta Lapor KPK atau LPSK

Kompas.com - 12/09/2018, 20:28 WIB
Reza Jurnaliston,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah meminta para saksi atau siapapun yang merasa mendapatkan ancaman bahkan intimidasi terkait kasus suap PLTU Riau-1 untuk melaporkan demi mendapatkan jaminan keamanan.

Pelaporan soal intimidasi tersebut bisa disampaikan ke KPK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Hal itu dikatakan Febri menanggapi Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih yang mendapatkan perlakuan tidak nyaman oleh Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

"Para saksi sebenarnya punya kewajiban untuk bicara dan kalau memang ada upaya-upaya pihak lain untuk mempengaruhi atau mengintimidasi atau apapun itu kalau memang ada, maka para saksi sebenarnya bisa meminta perlindungan,” tutur Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Baca juga: Eni Maulani: Saya Tidak Menarik-narik Orang, Saya Sampaikan Apa Adanya

Febri menuturkan, proses pemeriksaan dan keterangan sudah disampaikan oleh tersangka Eni Maulani Saragih kepada penyidik KPK.

“Penyidik telah mengetahui baik dari CCTV ataupun dari informasi lain yang kami dapatkan apa yang dilakukan ke depan, kami belum bisa sampaikan,” kata Febri.

Saat ini, kata Febri, KPK masih fokus pada proses penyidikan kasus suap PLTU Riau-1

Sebelumnya, Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengaku didatangi mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

Menurut Eni, Novanto mendatanginya hingga empat kali. Saat itu, Novanto sedang diperiksa sebagai saksi, sehingga ditahan untuk sementara di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kala itu, Eni juga tengah menunggu untuk diperiksa sebagai saksi.

Diduga, Novanto hendak memengaruhi Eni yang saat itu bersiap memberikan keterangan ke penyidik KPK. Eni tak menjelaskan detail pembicaraannya dengan Novanto. Yang pasti, apa yang disampaikan Novanto tak membuatnya nyaman.

"Ya memang apa yang disampaikan oleh Pak Novanto membuat saya kurang nyaman," kata Eni seusai diperiksa di Gedung KPK Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Menurut Eni, Setya Novanto menyampaikan lima hal kepadanya. Eni kemudian sudah melaporkan kata-kata Novanto itu kepada penyidik KPK.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.

Baca juga: Eni Maulani: Apa yang Disampaikan Pak Novanto Bikin Saya Kurang Nyaman

Menurut dugaan KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.

Dalam pengembangan, KPK juga menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham sebagai tersangka. Idrus diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani.

Selain itu, Idrus diduga dijanjikan 1,5 juta dollar Amerika Serikat oleh Johannes Kotjo.

Kompas TV KPK juga memeriksa Direktur PT Smelting Indonesia, Prihadi Santoso dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN, Ahmad Rofiq.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com