Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Adanya Putusan MA terhadap PKPU Sebabkan Ketidakpastian Hukum

Kompas.com - 06/09/2018, 17:12 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono menyebutkan, belum diputuskannya permohonan uji materi (judicial review) Peraturan KPU (PKPU) soal larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) oleh Mahkamah Agung (MA) menyebabkan tidak adanya kepastian hukum alias status quo.

Apalagi, saat ini dua lembaga penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sama-sama bersikukuh pada aturan yang diyakininya.

KPU berpedoman pada PKPU yang melarang mantan narapidana korupsi nyaleg, sedangkan Bawaslu berpegang pada Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang tidak memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg.

Baca juga: Pakar Hukum: Ada Kepentingan Memaksa, MA Harus Prioritaskan Uji Materi PKPU

"Saya menyatakan status quo kan. Artinya, ya apa yang ada sekarang biar berlaku. Sebab masing-masing pihak (KPU dan Bawaslu) tidak mau mengalah," kata Harjono saat dihubungi, Kamis (6/9/2018).

Kondisi ketidakpastian hukum tersebut, kata Harjono, harus segera diakhiri. Caranya, harus dengan putusan uji materi MA terhadap PKPU.

Oleh karena itu, DKPP bersama KPU dan Bawaslu mendesak MA untuk segera memutuskan permohonan uji materi itu tanpa menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Pemilu.

Baca juga: MA Anggap Dorongan Percepat Putusan Uji Materi PKPU Salah Alamat

Hal itu diperbolehkan karena Pasal 76 UU Pemilu menyebutkan, MA dapat memproses permohonan uji materi PKPU dalam waktu 30 hari.

Tunda uji materi PKPU

Saat ini, MA menunda sementara uji materi terhadap PKPU. Alasan penundaan karena Undang-Undang Pemilu yang menjadi acuan PKPU juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi kalau itu (Pasal 76 UU Pemilu) digunakan, maka MA tidak usah tunda-tunda lagi menanti putusan MK," kata Harjono.

Ia menambahkan, putusan MA terhadap PKPU dibutuhkan oleh seluruh pihak, termasuk DKPP, untuk mengadili kasus dugaan pelanggaran kode etik.

"Sebab (PKPU) itu menjadi dasar hukum. Maka semua pihak butuh putusan MA," kata dia.

Baca juga: MA: Jika Pengujian PKPU Dilanjutkan Sekarang, Kami Langgar UU

Sebelumnya, DKPP bersama KPU dan Bawaslu membuat dua kesepakatan terkait bacaleg mantan narapidana korupsi.

Kesepakatan itu diambil usai ketiganya melakukan pertemuan, Rabu (5/9/2018) malam.

Kesepakatan pertama, DKPP, KPU, dan Bawaslu akan mendorong MA untuk memutuskan uji materi (judicial review) terhadap PKPU yang di dalamnya memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg.

Kesepakatan kedua, ketiganya akan melakukan pendekatan pada partai politik peserta Pemilu 2019 untuk menarik bacalegnya yang berstatus mantan napi korupsi.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo 17 Bacaleg di 11 Kota Teridentifikasi Eks Koruptor

Kompas TV Penggugat adalah dua caleg eks narapidana korupsi dari Partai Demokrat dan PAN terhadap KPU Kota Cilegon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com