Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKPP Diminta Jadi Penengah Polemik Bawaslu dan KPU

Kompas.com - 03/09/2018, 18:15 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima kunjungan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu dalam rangka audiensi.

Audiensi tersebut membahas langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. 

Dalam audiensi, anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Hadar Nafis Gumay mengungkapkan harapannya kepada DKPP agar bisa menjadi penengah antara Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada polemik bacaleg mantan napi korupsi.

Hadar juga berharap, DKPP bisa mengingatkan Bawaslu dan KPU untuk bisa bekerja sama sebagai penyelenggara pemilu.

"Bukan malah salah-salahan," kata Hadar di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).

Baca juga: Alasan Bawaslu Loloskan Eks Koruptor Jadi Bakal Caleg

Tak hanya itu, Hadar juga meminta DKPP mengingatkan Bawaslu untuk lebih memerhatikan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang telah diundangkan.

"Salah satu yang penting saling menghormati peraturan. Bawaslu seharusnya menghormati PKPU," ujarnya.

Hadar juga berharap DKPP mengingatkan Bawaslu untuk mengoreksi putusan yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi bacaleg.

Dalam kesempatan itu Hadar berharap DKPP tidak melihat langkah KPU yang mengimplementasikan PKPU sebagai pelanggaran kode etik. Hadar mengomentari aduan Abdullah Puteh, bakal caleg yang juga mantan narapidana korupsi asal Aceh.

Puteh mengadukan KPU dan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh ke DKPP karena menunda putusan Bawaslu

"Ada kesalahpahaman terkait peraturan PKPU. Juga, mereka harus bekerja sesuai kode etik harus profesional dan jaga integritas ini harus diingatkan," tutur dia.

Sebelumnya, sejumlah kritik terhadap Bawaslu muncul usai lembaga tersebut meloloskan 12 bacaleg mantan narapidana korupsi.

Banyak pihak menyebut, Bawaslu telah melanggar aturan hukum karena menolak melaksanakan PKPU nomor 20 tahun 2018 yang secara resmi telah diundangkan.

Publik juga mengkritik Bawaslu melanggar kode etik lantaran tidak menjalankan pakta integritas yang dibuat bersama partai politik, tentang komitmen partai yang tidak akan mencalonkan bacaleg mantan napi korupsi.

Baca juga: Bawaslu: Jumlah Bakal Caleg Mantan Koruptor Kemungkinan Bertambah

Bawaslu, seperti diketahui, meloloskan tujuh bacaleg mantan napi korupsi. Mereka masing-masing berasal dari Bulukumba, Palopo, DKI Jakarta, Belitung Timur, Mamuju, dan Tojo Una-Una.

Dari Belitung Timur, bacaleg mantan napi korupsi berjumlah dua orang.

Jumlah tersebut menambah daftar mantan narapidana korupsi yang diloloskan Bawaslu sebagai bacaleg. Setelah sebelumnya Bawaslu juga meloloskan lima bacaleg mantan napi korupsi, masing-masing dari Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Rembang, dan Pare-Pare.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengoreksi keputusan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten Kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com