JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan alasan Bawaslu meloloskan eks narapidana kasus korupsi menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Menurut Bagja, sebagai warga negara, eks koruptor juga memiliki hak konstitusional untuk dipilih sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Ia mengatakan, sikap Bawaslu tersebut sesuai Pasal 28 J UUD 1945. Pasal 28 J UUD 1945 menyatakan, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"(Eks) Koruptor ini warga negara atau tidak? Mereka punya hak atau tidak? Bukannya kami pro atau kontra. Ini warga negara masalah hak asasi saja. Masalah ini, kami taat asas atau tidak saja," ujar Bagja saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/9/2018).
Baca juga: DKPP, KPU, dan Bawaslu Akan Bertemu Bahas Bakal Caleg Eks Koruptor
Bagja menilai, jika ingin menyimpang dari ketentuan konstitusi, pelarangan eks narapidana kasus korupsi jadi bakal caleg seharusnya diatur pada level undang-undang, bukan Peraturan KPU.
Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dengan demikian, kata Bagja, Bawaslu berpedoman pada UU Pemilu saat meloloskan eks koruptor menjadi bacaleg.
"Dari awal sudah menyatakan ini akan bermasalah jika dimasukkan dalam PKPU dan KPU tetap memasukkan ini. Sempat diprotes juga oleh Kumham, kan," kata Bagja.
Baca juga: KPU Minta Bawaslu Koreksi Putusan Terkait 12 Bacaleg Eks Koruptor
"Bawaslu provinsi dan kabupatan/kota memutus itu sesuai dengan kaidah hukum. Jika ada kaidah hukum bertentangan dengan UU, yang dipilih adalah UU," lanjut dia.
Sebelumnya, Bawaslu meloloskan belasan bakal calon anggota legislatif yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi.