Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Gerakan #2019GantiPresiden dan Bagaimana Menyikapinya

Kompas.com - 28/08/2018, 08:06 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Deklarasi tersebut seharusnya ditanggapi sebagai aspirasi masyarakat, karena dalam Undang-Undang deklarasi tersebut juga tidak dilarang.

Hal itu untuk membangun kedewasaan masyarakat dalam berpolitik dengan pandangan atau pilihan yang berbeda.

Titi berharap kedewasaan berpolitik bisa diterapkan oleh seluruh pihak untuk menghindari benturan dan ekspresi kebencian yang berkepanjangan.

3. Jangan terpancing

Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, wajar jika suhu politik sedikit menghangat menjelang pemilu.

Baca juga: Soal Pembubaran Deklarasi #2019GantiPresiden, KPU Tegaskan Dukungan Politik Mesti Berizin

Namun, kehangatan itu harus dijaga pada jalur koridor hukum yang berlaku. Oleh sebab itu, ia mengimbau agar masyarakat tetap tenang sehingga tidak terpancing oknum yang ingin mengacaukan pemilu.

"Kita tidak perlu melakukan langkah-langkah yang ekstrem hanya karena istilah. Yang penting kita sama-sama menahan diri untuk melakukan langkah-langkah persiapan pemilu sesuai aturan," terang Wiranto.

Ia pun mengingatkan agar semua pihak melaksanakan pemilu sesuai aturan demi mencapai kontestasi pemilu yang elegan, demokratis, dan bermartabat.

 

Akuntabilitas aparat keamanan

Di sisi lain, Ketua SETARA Institute Hendardi menekankan pentingnya aparat keamanan mengutamakan prinsip akuntabilitas ketika membubarkan atau membatalkan gerakan ekspresi politik yang dilakukan oleh masyarakat.

"Aparat keamanan harus menyampaikan alasan-alasan pembatalan itu pada warga negara dan kelompok yang hendak menyelenggarakan kegiatan," kata Hendardi dalam keterangan persnya, Senin (27/8/2018).

Baca juga: Soal Deklarasi Ganti Presiden, Gerindra Sayangkan Tindakan Penghadangan

Hendardi memandang gerakan tersebut merupakan aspirasi politik warga yang disuarakan di ruang-ruang terbuka untuk memengaruhi pilihan warga lainnya dalam Pilpres 2019.

Secara normatif, kata dia, gerakan ini merupakan hal yang normal. Sebab, gerakan yang disampaikan di muka umum dijamin oleh konstitusi.

"Pelarangan yang berlebihan atas aksi tersebut, pada batas-batas tertentu bertentangan dengan semangat konstitusi dan demokrasi," katanya.

Namun di sisi lain, Hendardi juga mengingatkan kebebasan berpendapat dan berkumpul merupakan hak yang pemenuhannya bisa ditunda (derogable rights).

Baca juga: Aparat Keamanan Diminta Utamakan Akuntabilitas dalam Menangani Ekspresi Politik Masyarakat

Tindakan aparat keamanan membubarkan beberapa kegiatan tersebut dapat dibenarkan apabila ada alasan objektif yang mendukungnya.

"Alasan-alasan objektif dimaksud dapat berupa potensi instabilitas keamanan, potensi pelanggaran hukum, baik dalam terkait konten kampanye yang oleh beberapa pakar bisa dikualifikasi makar, pelanggaran hukum pemilu, khususnya larangan penyebaran kebencian dan permusuhan, maupun dalam konteks waktu kampanye," paparnya.

Apabila masyarakat yang mengikuti suatu gerakan ekspresi politik tak terima dengan pembatalan atau pembubaran, mereka bisa mempersoalkannya lewat jalur hukum yang ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com