Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Pilpres 2019, Pilpres Rasa Pilwapres

Kompas.com - 24/08/2018, 07:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASIH ingat dengan istilah pilkada rasa pilpres? Ya, istilah ini muncul di pengujung 2016 sampai dengan awal 2017 ketika Pilkada Jakarta 2017 sehingga pilkada ini dianggap kompetisi level nasional versi provinsi.

Tiga pasangan calon kepala daerah yang bertarung di Jakarta waktu itu merupakan representasi dari tiga kekuatan besar di tingkat nasional. Ada Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dari kubu Susilo Bambang Yudhoyono, Anies Baswedan-Sandiaga Uno representasi kubu Prabowo Subrianto, serta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat sebagai representasi kubu Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo.

Istilah serupa muncul lagi di 2018. Namun, bukan muncul istilah pilkada rasa pilpres, melainkan pilpres rasa pilwapres.

Pilpres atau Pemilihan Presiden 2019 dianggap serasa pilwapres atau pemilihan wakil presiden karena dalam sebulan terakhir, yakni menjelang pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada 4-10 Agustus 2018 sampai dengan detik-detik terakhir pendaftaran, pembahasan mengenai cawapres malah menjadi lebih dominan dibandingkan dengan capres.

Lobi-lobi politik, negosiasi antarpartai politik, berita-berita yang mewarnai tajuk utama berbagai media massa, baik cetak, elektronik, maupun online, sebagian besar berkisar cawapres yang bakal dipilih Jokowi dan Prabowo.

Berbagai komunitas masyarakat, termasuk relawan, bahkan sudah mendeklarasikan dukungan untuk cawapres tertentu. Sebutlah deklarasi relawan Join (Jokowi-Cak Imin), Projo Karya (Jokowi-Airlangga), Komodo (Jokowi-Moeldoko), maupun Cakra AHY.

Mengapa kali ini posisi cawapres seakan-akan sangat menggiurkan, padahal sebelumnya seringkali hanya dianggap "ban serep" presiden dan seringkali dianggap sekadar simbol pengganti presiden dalam menghadiri seremoni-seremoni?

Magnet untuk swing voters

Jokowi dan Prabowo merupakan seteru lama di Pilpres 2014. Sedikit banyak, kartu kedua belah pihak sudah diketahui, baik kelebihan maupun kekurangannya.

Keberhasilan Jokowi memenangi Pilpres 2014 merupakan kekuatan sekaligus kelemahannya. Disebut kekuatan jika program kerjanya memang merupakan solusi bagi masyarakat Indonesia, sehingga Jokowi bisa menjual keberhasilan program kerjanya selama menjadi presiden.

Disebut pula kelemahan jika ada janji-janji selama kampanye yang tidak diwujudkan ketika Jokowi memerintah. Kalaupun ada yang diwujudkan, tidak memberikan dampak yang sebelumnya diharapkan masyarakat.

Hal itu tentu mendorong para pemilih yang kecewa cenderung beralih ke calon lainnya pada pilpres selanjutnya.

Begitu juga dengan ketidakberhasilan Prabowo memenangi Pilpres 2014. Hal itu merupakan kekuatan maupun kelemahannya.

Ketidakberhasilan di Pilpres 2014 membuat Prabowo tidak memiliki sarana secara luas untuk membuktikan efektivitas program-programnya untuk rakyat. Dengan kata lain, baru di taraf janji, belum pelaksanaan.

Di sisi lain, karena belum pernah menjabat, berarti tidak ada janji kampanye yang diingkari oleh Prabowo, sehingga pemilihnya belum pernah merasakan kecewa karena dibohongi janji kampanye.

Ada rasa penasaran bagi para pemilihnya, bagaimana kalau Prabowo menjadi presiden, seperti apa perwujudan janji-janjinya. Kadang faktor ini bisa menjadi penentu.

Untuk strong supporters Jokowi maupun Prabowo, pilihan mereka di Pilpres 2019 tentunya bakal sama seperti 2014, terlepas dari kelebihan dan kekurangan kedua belah pihak.

Bagi sebagian strong supporters, Pilpres 2019 ini seakan-akan perjuangan bagi hidup dan mati mereka, bukan sekadar pilpres.

Pemilih baper (terbawa perasaan, red), kalau istilah anak zaman now, menggambarkan istilah strong supporters di kedua belah pihak.

Hanya, untuk yang bukan strong supporters, apalagi untuk swing voters, pilihan calon presiden yang sama persis antara 2019 dan 2014 berpotensi menimbulkan kejenuhan, bahkan antipati. Apalagi bagi mereka yang merasa tidak nyaman dengan situasi persaingan antar pendukung di Pilpres 2014.

Kemungkinan mereka bakal menjauh dari arena kompetisi, bahkan sama sekali tidak mengikuti proses pemilu, alias golput. Partisipasi pemilih pun berpotensi menurun.

Untuk memecah kebuntuan agar kesannya Pilpres 2019 bukan sekadar daur ulang Pilpres 2014, perlu ada unsur kebaruan untuk memikat mereka.

Di sinilah faktor cawapres menjadi penting dan menentukan. Harapannya, figur cawapres yang dipilih bisa menjadi daya tarik bagi swing voters, pemilih yang belum menentukan pilihannya, atau yang masih ragu-ragu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com