JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) yang ditetapkan pemerintah, dinilai masih terdapat kekurangan. Khususnya terkait penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat masa lalu.
Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Herlambang Wiratraman mengatakan, persoalan pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk dalam salah satu poin yang diatur Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional HAM.
Baca juga: Jaksa Agung Minta Penuntasan Kasus HAM Tak Dikaitkan Janji Jokowi
Namun, Perpres tersebut tidak menjelaskan ukuran spesifik untuk menargetkan penyelesaian kasus HAM.
"Ini lah ada problem soal RANHAM. Ukuran penyelesaiannya hanya sebatas koordinasi," ujar Herlambang dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (31/7/2018).
Menurut Herlambang, Perpres hanya menjelaskan bahwa pemerintah harus mengoptimalisasi koordinasi penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Adapun, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan ditunjuk sebagai penanggung jawab.
Baca juga: Komnas HAM Desak Pemerintah dan Kejaksaan Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu
Herlambang mengatakan, jika indikator keberhasilannya cuma koordinasi, maka Perpres tersebut sudah terlaksana dengan baik. Padahal, tujuan utama yang harus dicapai adalah pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM.
Di sisi lain, diperlukan adanya pengakuan pelaku pelanggar HAM dan pembuktian melalui pengadilan.
Menurut Herlambang, RANHAM perlu melibatkan masyarakat sipil. Keterlibatan masyarakat sipil dan aktivis dinilai membantu menjamin penghapusan impunitas.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.