JAKARTA, KOMPAS.com - Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Arief Agus mengakui bahwa pemeriksaan yang dilakukan pada 2006, terhadap kinerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tidak menyentuh hingga ke utang petambak yang diberikan oleh Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Hal itu dikatakan Arief saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (26/7/2018). Arief bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Tidak ada yang detail soal utang petambak. Mungkin detail untuk itu ada di laporan lainnya," ujar Arief kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Menurut Boediono, Megawati Tak Salah Terbitkan Inpres untuk Penerima BLBI
Arief mengakui bahwa pada 2006, BPK melakukan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) dalam rangka pemeriksaan atas laporan pelaksanaan tugas BPPN. Salah satu yang juga diaudit adalah penerimaan aset-aset yang diterima BPPN dari para obligor.
Aset itu merupakan pengembalian atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap bank-bank bermasalah. Namun, menurut Arief, tidak ada yang spesifik sampai kepada utang petambak kepada BDNI yang dikemudian hari dinyatakan bermasalah.
Akhirnya, dalam kesimpulan pemeriksaan, BPK menyatakan semua obligor sudah memenuhi kewajiban terhadap BPPN.
Padahal, dalam audit investigatif tahun 2017, BPK menemukan kerugian negara Rp 4,58 triliun.
Baca juga: Cerita Kwik Kian Gie Saat Megawati Setuju Terbitkan Inpres SKL BLBI
Kerugian itu akibat diterbitkannya Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada Tahun 2004.
SKL yang diterbitkan BPPN itu sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
"Kalau ada masalah, nanti ada audit tersendiri. Hasil pemeriksaan itu bisa saja berbeda walau obyeknya sama, asalkan ada bukti-buktinya," kata Arief.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI.
Baca juga: Otto Hasibuan: Bagi Saya Sjamsul Nursalim Tidak Butuh SKL BLBI
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.