JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Keuangan, Boediono menilai tidak ada masalah dalam penerbitan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Inpres tersebut diterbitkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Hal itu dikatakan Boediono saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/7/2018). Dia bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Temenggung.
"Intinya, keputusan Presiden itu merespon situasi saat itu yang terjadi kemandekan ekonomi dan kemandekan penyelesaian kewajiban pemegang saham," ujar Boediono.
Baca juga: Rapat Pertama soal Pemberian SKL BLBI Dilakukan di Rumah Pribadi Megawati
MSAA merupakan perjanjian penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan jaminan aset obligor.
Boediono mengatakan, mandeknya penyelesaian utang obligor itu akibat para debitur merasa tidak ada kepastian hukum.
Baca juga: Cerita Kwik Kian Gie Saat Megawati Setuju Terbitkan Inpres SKL BLBI
Mereka khawatir tetap dipersoalkan secara hukum meski telah memenuhi kewajiban.
"Jadi pertimbangannya hanya bahwa kepastian hukum bagi mereka itu kurang. Saya kira itu (Inpres) adalah respons terhadap keadaan," kata Boediono.
Meski demikian, menurut Boediono, melalui Inpres tersebut tidak serta-merta obligor dapat diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL). Pemberian SKL harus memenuhi semua persyaratan perjanjian, termasuk pemenuhan kewajiban.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.