JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara yang mendampingi mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim menduga ada kepentingan politik di balik pengusutan kasus penyelesaian kewajiban obligor terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sebab, persoalan terkait kewajiban obligor BLBI terus-menerus digulirkan setiap menjelang pergantian pemerintahan. Bahkan, saat pemerintahan baru mulai berjalan.
"Setiap zaman pemrintahan seperti ada anomali soal penyelesaian BLBI. Bagi saya, penyelesaian BLBI ini kebijakan politik pemerintah melalui perjanjian-perjanjian," ujar pengacara Sjamsul, Maqdir Ismail dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Baca juga: Menurut Boediono, Megawati Tak Salah Terbitkan Inpres untuk Penerima BLBI
Menurut Maqdir, para era pemerintahan Presiden BJ Habibie, penyelesaian dilakukan dengan ikatan perjanjian.
Namun, pada pemerintahan Abdurahman Wahid, perjanjian penyelesaian BLBI dengan jaminan aset obligor itu kembali dipertanyakan.
Pada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyatakan Sjamsul Nursalim telah memenuhi kewajibannya selaku pemegang saham BDNI.
Baca juga: Cerita Kwik Kian Gie Saat Megawati Setuju Terbitkan Inpres SKL BLBI
Namun, pada 2017, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara Rp 4,58 triliun.
Kerugian itu akibat adanya pemberian surat keterangan lunas (SKL) oleh BPPN kepada Sjamsul Nursalim.
Maqdir mengatakan, sejauh ini tidak ada orang yang secara langsung datang dan meminta uang kepada Sjamsul Nursalim.
Baca juga: Menurut Kwik Kian Gie, Sjamsul Nursalim Termasuk Obligor BLBI yang Tak Kooperatif
Namun, ada indikasi beberapa pihak berusaha mendekat kepada Sjamsul ketika ada moment tertentu.
"Kejadian ini selalu setiap menjelang ganti pemerintahan. Saya tidak tahu apa ini upaya kembalikan modal atau apa," kata Maqdir.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan proses hukum terhadap mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.
Baca juga: KPK: Keterangan Saksi di Sidang Korupsi BLBI Perkuat Dakwaan Jaksa
Syafruddin dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerugian negara.
KPK menduga perbuatan Syafruddin telah menguntungkan pihak Sjamsul Nursalim. Akibat SKL tersebut, hak negara untuk menagih utang kepada Sjamsul menjadi hilang.