Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Poin Penting dari Putusan MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD

Kompas.com - 24/07/2018, 08:55 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai politik untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Ini merupakan putusan atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang putusan dilakukan pada Senin (23/7/2018) di Kantor MK, Jakarta. Adapun pemohon pengajuan uji materi adalah Muhammad Hafidz.

Berikut ini adalah lima poin penting putusan MK terkait larangan pengurus parpol untuk menjadi anggota DPD.

1. Frasa "Pekerjaan Lain"

Hafidz mengajuan permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni frasa "pekerjaan lain." Pasal 182 sendiri menjelaskan tentang persyaratan perseorangan untuk menjadi calon anggota DPD.

Pasal 182 huruf l berbunyi, "bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai ketentuan perundang-undangan."

Baca juga: MK: Pelarangan Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD untuk Hindari Distorsi Politik

Dalam frasa tersebut tidak dijelaskan secara rinci apakah pengurus parpol diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota DPD.

Jika pengurus parpol diizinkan mendaftar sebagai calon anggota DPD, maka ini dipandang bakal merugikan calon perseorangan.

2. Mayoritas dari Parpol

Dalam permohonannya, Hafidz yang peserta Pemilu 2014 untuk DPD dari calon perseorangan dan hendak kembali maju pada Pemilu 2019, melampirkan data mengenai profil anggota DPD. Data itu diperolehnya dari Indonesian Parliamentary Center.

Dari data tersebut, hingga akhir 2017, ada 78 dari 132 anggota DPD yang merupakan pengurus parpol.

Berdasarkan data itu, yang terbanyak adalah berasal dari Partai Hanura (28 orang), Partai Golkar (14 orang), Partai Persatuan Pembangunan atau PPP (8 orang), Partai Keadilan Sejahtera atau PKS (6 orang), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Logo Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RIKOMPAS.com/Nabilla Tashandra Logo Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
3. Benturan Kepentingan

Hafidz melalui permohonannya menyatakan, apabila anggota DPD berasal dari parpol, maka akan ada benturan kepentingan. Anggota DPD yang bersangkutan bisa saja lebih mengutamakan kepentingan parpol tempat ia bernaung.

"Akan menjadi tidak terhindarkan terjadi benturan kepentingan yang berujung pada berubahnya original intent pembentukan DPD sebagai representasi daerah," tulis Hafidz dalam permohonannya.

Baca juga: Jika Jadi Anggota DPD, Pengurus Parpol Dipandang Bakal Utamakan Kepentingan Partai

MK sendiri berpandangan, pelarangan pengurus parpol sebagai anggota DPD untuk menghindari adanya distorsi politik. Distorsi yang dimaksud adalah berupa lahirnya perwakilan ganda atau double representation parpol dalam pengambilan keputusan.

Ini termasuk juga adalah dalam keputusan politik penting seperti perubahan Undang-undang Dasar (UUD).

4. Konsistensi MK

MK menyatakan konsistensinya untuk melarang pengurus parpol menjadi anggota DPD. MK pun sebelumnya telah menerbitkan putusan pula terkait keanggotaan DPD, yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2008.

Kemudian, MK juga menerbitkan putusan terkait kewenangan DPD, yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-XII/2014.

"Mahkamah berpendapat tidak terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk mengubah pendiriannya," kata Hakim MK I Dewa Gede Palguna.

5. Mundur dari partai

MK menyatakan, ada kemungkinan pengurus parpol terdampak keputusan tersebut. Terkait hal ini, MK menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat memberikan kesempatan bagi pengurus parpol untuk mengundurkan diri dari keanggotaannya di partai.

"KPU dapat memberikan kesempatan bagi yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan parpol," tulis MK.

Baca juga: Putusan MK soal DPD Bebas Parpol Dinilai Bisa Kembalikan Marwah DPD

Pengunduran diri tersebut dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri yang dimaksud.

Dengan demikian, untuk selanjutnya anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus parpol adalah bertentangan dengan UUD 1945.

Kompas TV Pengamat politik menilai rencana uji materi terkait syarat cawapres bukan merupakan pendidikan yang baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com