Hal itu dikatakan Boediono saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/7/2018). Dia bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Temenggung.
"Intinya, keputusan Presiden itu merespon situasi saat itu yang terjadi kemandekan ekonomi dan kemandekan penyelesaian kewajiban pemegang saham," ujar Boediono.
MSAA merupakan perjanjian penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan jaminan aset obligor.
Boediono mengatakan, mandeknya penyelesaian utang obligor itu akibat para debitur merasa tidak ada kepastian hukum.
Mereka khawatir tetap dipersoalkan secara hukum meski telah memenuhi kewajiban.
"Jadi pertimbangannya hanya bahwa kepastian hukum bagi mereka itu kurang. Saya kira itu (Inpres) adalah respons terhadap keadaan," kata Boediono.
Meski demikian, menurut Boediono, melalui Inpres tersebut tidak serta-merta obligor dapat diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL). Pemberian SKL harus memenuhi semua persyaratan perjanjian, termasuk pemenuhan kewajiban.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/19/13492321/menurut-boediono-megawati-tak-salah-terbitkan-inpres-untuk-penerima-blbi