Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Dukung PKPU Pelarangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 02/07/2018, 20:36 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mendukung Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif pada pemilu 2019.

Dedi mengatakan, dari aspek sosiologis politik PKPU tersebut harus dihormati, meski Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tak melarang mantan napi koruptor untuk menjadi caleg.

"Dari sisi aspek formal UU memang tidak ada larangan itu. Tetapi kalau dari sisi aspek sosiologis politik menurut saya itu harus dihormati," ujar Dedi saat ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/7/2018).

Baca juga: Bertemu Mendadak, Tjahjo dan Wiranto Bahas PKPU yang Larang Eks Koruptor Jadi Caleg

"Saya nyatakan dari sisi aspek sosiologis politik saya nyatakan dukung keputusan itu," ucapnya.

Pelarangan pencalonan mantan koruptor sebagai calon anggota legislatif tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kota.

Menurut Dedi, peraturan tersebut akan mendorong lahirnya calon anggota legislatif yang memiliki kualifikasi dan berintegritas.

Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg

Dengan begitu, kata Dedi, masyarakat akan lebih tenang dalam menentukan pilihan.

"Nah saya dorong kebijakan itu untuk diterapkan. Kita menyepakati dari sisi aspek sosiologi politik saya nyatakan bahwa itu memberikan sebuah ketenangan bagi publik bahwa dia akan memilih para caleg yang memiliki kualitas baik personal maupun kualitas dari aspek administratif hukumnya," kata Dedi.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengklaim Peraturan KPU (PKPU) No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kota sudah sah.

Baca juga: KPK Berharap Parpol Dukung PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Dalam PKPU itu mengatur larangan pencalonan mantan koruptor, mantan bandar narkoba dan mantan pelaku kejahatan seksual anak.

PKPU itu menjadi polemik, khususnya terkait pelarangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.

KPU menganggap, pengesahan peraturan lembaga negara sedianya dilakukan oleh lembaga negara yang bersangkutan, bukan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Baca juga: KPU Sebut Masih Ada Ruang Perbaiki PKPU Lewat Uji Materi di MA

Kemenkumhan menegaskan bahwa PKPU tersebut tidak segera diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang dan aturan yang ada di atasnya.

Dengan demikian, larangan mantan narapidana korupsi jadi calon anggota legislatif tidak berlaku jika belum diundangkan oleh Kemenkumham.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum akhirnya merilis peraturan baru dalam Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com