Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang PK, Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Persoalkan Putusan Mulya Hajsmy

Kompas.com - 29/06/2018, 14:53 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mempersoalkan putusan mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Mulya A Hasjmy dan putusan dirinya.

Sebab, dalam putusan Mulya, namanya tak tercantum dan terindikasi terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Hal itu ia ungkapkan kepada majelis hakim dan saksi ahli hukum pidana Made Darma Weda dari Universitas Krisnadwipayana dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (29/6/2018).

Baca juga: Sidang PK, Siti Fadilah Supari Hadirkan Ahli Hukum Pidana

Ia merasa dituduh melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.

"Ada satu perkara menyangkut oleh namanya M (Mulya) di mana dalam keputusan hakim inkrah bahwa dia bersalah bersama-sama bersalah dengan X. Nama saya tidak tercantum sama sekali di situ. Dia di situ tidak dibantu oleh Menkes," ujarnya kepada Made.

Namun pada proses penyelidikan berikutnya, Siti menyebut dirinya dijadikan tersangka dan dikenakan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena dinilai membantu Mulya. Padahal dalam putusan Mulya, namanya tak disebut bahkan tidak ada indikasi dirinya membantu Mulya.

Baca juga: Anas dan Siti Fadilah Bertemu saat Sama-sama Ajukan PK, Apa yang Dibicarakan?

Kepada Siti dan majelis hakim, Made menilai Siti tak bisa dijerat dengan Pasal 55 tersebut. Made mengakui bahwa secara teori, dalam prinsip hukum pidana penggunaan Pasal 55 harus jelas. Selama ini, ia menemukan ada putusan-putusan yang memuat pasal tersebut namun tak menjelaskannya secara rinci.

"Ketika mencantumkan Pasal 55 penyertaan posisinya sebagai apa. Saya katakan banyak putusan yang tidak jelas posisi 55 ini seperti apa. Dalam konteks ini Pasal 55 harus jelas dalam putusan," katanya.

Baca juga: Ajukan PK, Siti Fadilah Gunakan Keterangan Mantan Staf TU Menkes sebagai Novum

"Misal M putusan sudah inkrah, dia pelakunya sendiri. Kemudian tahun 2016, Bu Siti kena Pasal 55, turut serta dirangkai. Nah dalam konteks teori, kalau M terbukti, dia sudah divonis sendiri, tidak ada keterlibatan orang lain, maka seharusnya Ibu Siti tidak dicantumkan Pasal 55," sambung Made.

Made juga berpandangan bahwa, dalam pembuktian atas perbuatan Mulya, nama Siti tidak terkait. Sehingga, ia mempertanyakan ketika Siti harus terkena dengan pasal tersebut.

"Jadi begini ketika Ibu Siti untuk dilakukan dia tidak pakai Pasal 55, dia berdiri tunggal. Karena itu Pasal 55 Bu Siti memang sama orang lain itu, tapi ketika sama orang lain itu dia sendirian, itu kan tidak konsisten," ujar Made.

Baca juga: Dulu Tak Banding, Kini Mantan Menkes Siti Fadilah Ajukan PK

Sebelumnya Siti Fadilah Supari mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Siti menggunakan keterangan mantan staf bagian Tata Usaha Menteri Kesehatan, Ria Lenggawani sebagai bukti baru atau novum.

"Salah satu bukti baru kami adalah adanya surat pernyataan Ria Lenggawani pada 10 Januari 2018," ujar pengacara Siti Fadilah, Kholidin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Baca juga: Siti Fadilah Supari Dieksekusi ke Lapas Pondok Bambu

Menurut Kholidin, perkara korupsi yang didakwakan kepada Siti terkait dengan adanya surat rekomendasi mengenai penunjukan langsung dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan untuk mengatasi kejadian luar biasa pada tahun 2005.

Kholidin mengatakan, dalam surat pernyataan, Ria Lenggawani mengakui adanya malaadministrasi dalam surat rekomendasi penunjukkan langsung.

Salah satunya dengan mencantumkan tanggal mundur (back date). Hal itu bertujuan agar anggaran dapat dicairkan.

Baca juga: Hakim Wajibkan Siti Fadilah Bayar Uang Pengganti Rp 550 Juta

Sementara, menurut Kholidin, Siti selaku Menkes tidak mengetahui adanya malaadministrasi itu. Kliennya, kata dia, hanya menandatangani dokumen yang telah dibuat anak buahnya.

Adapun, orang yang dianggap bertanggung jawab dalam maladministrasi tersebut adalah mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Mulya A Hasjmy.

Saat itu, Mulya adalah kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen.

Baca juga: Mantan Menkes Siti Fadilah Divonis 4 Tahun Penjara

Selain keterangan tertulis Ria, Siti Fadilah juga menggunakan putusan hakim dalam persidangan Mulya A Hasjmy dalam pengajuan materi PK.

Sebab, dalam putusan terhadap Mulya, tidak ada pertimbangan hakim mengenai keterlibatan Siti Fadilah dalam penunjukkan langsung.

Kompas TV Sebelum Suryadharma Ali, 2 terpidana koruptor juga mengajukan upaya peninjauan kembali pasca hakim Artidjo pensiun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com