Tindakan yang melibatkan anggota TNI-Polri sangat disayangkan. Tentu tindakan oknum telah mencoreng soliditas kedua instansi.
Terlebih hal itu terjadi saat hubungan kedua instansi sangat hangat. Tahun ini, misalnya, TNI dan Polri menggelar secara buka puasa bersama di lapangan terbuka di dalam kompleks Mabes TNI.
Ratusan perwira TNI dan Polri melepaskan alas kakinya, duduk bersila di tengah lapangan, seragam cokelat dan hijau membaur, tak ada sekat pemisah. Begitu hangat suasana hari itu.
Kekompakan TNI-Polri tak hanya hari itu saja. Sepanjang Ramadhan ini, anggota TNI-Polri bahu-membahu bekerja bersama mensukseskan Operasi Ketupat 2018, operasi khusus yang digelar jelang Lebaran.
Cakupannya mulai dari mudik, menjaga keamanan, stabilitas harga pangan, hingga pencegahan terorisme. Semua dilakukan bersama-sama para anggota TNI-Polri.
Bahkan, pucuk pimpinan TNI-Polri menjadi role model kebersamaan tersebut.
Lihat saja seberapa sering Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian tampil bersama di depan publik. Sangat sering, terutama sepanjang Ramadhan ini.
Panglima TNI dan Kapolri kerap bersama-sama meninjau berbagai titik arus mudik Lebaran.
Bahkan saat apel Operasi Ketupat di Monas, Panglima TNI dan Kapolri menjadi inspektur upacara bersama-sama. Satu apel, dua inspektur upacara.
Baca juga: Saat Kapolri dan Panglima TNI Berduet Pimpin Apel di Monas
Keduanya menyampaikan perintah yang sama, yakni jaga soliditas anggota TNI-Polri.
Tak menular
Perintah Panglima TNI dan Kapolri tersebut seharusnya dijalankan seluruh tentara dan polisi.
Namun kenyataanya, perselisihan antaranggota kedua instansi itu masih kerap terjadi. Kebersamaan pucuk pimpinan tersebut tidak sepenuhnya diikuti bawahan.
Wakil Ketua Imparsial Ghufron Mabruri menilai, pencegahan konflik antara oknun anggota TNI dan Polri membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif.
Langkah-langkah yang bersifat simbolis, seperti mempertunjukkan kemesraan dua pucuk pimpinan di ruang publik memang penting. Namun, hal itu dinilai jauh dari kata cukup.
Sebab, ekspresi yang bersifat simbolis itu tidak menyentuh dan menyelesaikan substansi masalah yang ada.
"Dengan demikian, seberapa pun seringnya kekompakan ditunjukkan di publik tetapi kalau tidak dibarengi langkah lainnya, maka akan menjadi percuma," kata Ghufron.
Selama ini, kasus bentrok antara anggota TNI-Polri terjadi akibat beberapa faktor. Mulai dari semangat jiwa korsa.yang keliru, budaya penghormatan terhadap hukum yang rendah, arogansi, faktor kesejahteraan yang rendah, disiplin, kendali komandan yang lemah, hingga sanksi hukum yang tidak maksimal.
Oleh karena itu, dibutuhkan langkah yang menyeluruh untuk mencegah konflik terjadi.
Mulai dari memperbaiki proses perekrutan dan pendidikan, memperkuat kendali pasukan dan kontrol senjata oleh para komandan, dan meluruskan kembali pemahaman jiwa korsa yang keliru.
Selain itu, perlu juga adanya penindakan anggota yang terlibat dalam kegiatan bisnis ilegal, dan membangun komunikasi antaranggota yang lebih konstruktif.
"Reformasi peradilan militer untuk membangun akuntabilitas hukum. Selain itu, guna memaksimalkan pengawasan terhadap Kepolisian, Kompolnas diharapkan berperan lebih aktif untuk menjalankan fungsinya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.