Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pemerintah Usulkan Tindak Pidana Korupsi Diatur dalam RKUHP

Kompas.com - 07/06/2018, 19:41 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tetap pada sikapnya untuk memasukkan empat pasal Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Empat pasal itu adalah pasal 2, 3, 5 dan 11.

Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RKUHP Enny Nurbaningsih mengungkapkan bahwa hal itu bertujuan untuk menyusun kembali kodifikasi hukum pidana nasional.

"Karena ini adalah bagian dari rekodifikasi hukum pidana," ujar Enny saat ditemui sesuai rapat koordinasi terbatas di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).

Baca juga: Pemerintah, DPR dan KPK Masih Beda Pendapat soal Ketentuan Tipikor dalam RKUHP

Proses kodifikasi hukum pidana nasional dilakukan dengan menyatukan perkembangan tindak pidana yang berada di luar KUHP.

Salah satu ketentuan pidana yang berkembang di luar KUHP adalah tindak pidana korupsi (tipikor).

Dengan dimasukkannya ketentuan tipikor dalam RKUHP, pemerintah berharap sistem hukum pidana nasional menjadi terintegrasi.

Baca juga: Pimpinan KPK Tak Puas dengan Penjelasan Pemerintah soal RKUHP

Enny pun menegaskan bahwa proses kodifikasi tersebut tidak akan menghilangkan sifat khusus UU Tipikor dalam penanganan kasus korupsi.

Sebab, RKUHP hanya mencantumkan ketentuan tindak pidana pokok yang diatur dalam UU Tipikor.

"Ya kan tetap, di UU-nya masing-masing, tapi ada kodifikasinya, hanya delik pokoknya saja. Namanya juga kodifikasi hukum pidana," kata Enny.

Baca juga: Wiranto Akan Rapat Koordinasi dengan KPK Bahas Polemik RKUHP

Namun, usulan tersebut justru menimbulkan polemik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pasal-pasal korupsi dan tindak pidana khusus lainnya tidak jadi bagian dari RKUHP.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai pengaturan tipikor dalam RKUHP akan menimbulkan dualisme hukum dan menyulitkan aparat penegakan hukum dalam menuntaskan perkara korupsi.

Selain itu ancaman pidana dan denda cenderung menurun drastis. Pidana tambahan berupa uang pengganti pun tidak diatur secara jelas dalam RKUHP.

Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK

Padahal, sumber terbesar pemulihan kerugian negara akibat korupsi berasal dari uang pengganti.

Namun Laode memastikan pihaknya akan membuka ruang diskusi untuk mencapai kesepakatan atas perbedaan pendapat tersebut.

"Semua perbedaan pendapat itu akan banyak dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap draf yang ada sekarang. Soal misalnya perbedaan sanksi, tentang masuknya sebagian pasal-pasal UU Tipikor ke dalam ketentuan umum. Nanti akan dibicarakan," ujar Laode.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Pagi berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com