JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Panja RKUHP) dari pemerintah, Enny Nurbaningsih, membantah anggapan bahwa pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Begitu juga dengan pengurangan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menegaskan, tidak ada satupun pasal dalam RKUHP yang mencabut kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Tidak ada satupun ketentuan RUU KUHP yang melemahkan pemberantasan tindak pidana korupsi dan mengambil atau mengurangi kewenangan KPK," ujar Enny saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2018).
Baca juga: Tolak RKUHP, Koalisi Masyarakat Sipil Ingatkan Pemerintah Perkuat KPK
Enny menjelaskan, dalam pasal 729 Ketentuan Peralihan RKUHP disebutkan, penanganan tindak pidana khusus tetap dilaksanakan oleh lembaga yang ditetapkan oleh UU sektoral.
Pasal 729 berbunyi, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan bab tentang Tindak Pidana Khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing.
Artinya, KPK tidak akan kehilangan kewenangannya dalam menangani kasus korupsi, termasuk menangani tindak pidana korupsi yang diatur dalam KUHP.
Baca juga: Ditanya Keberatan KPK tentang RKUHP, Ini Kata Jokowi
Sebelumnya, KPK sudah mengirimkan surat pada Presiden agar pasal-pasal tindak pidana korupsi dikeluarkan dari RKUHP.
Presiden diharapkan mendorong pembuatan aturan yang lebih keras pada koruptor, melalui revisi Undang-Undang Tipikor yang ada saat ini.
Menurut KPK, tidak ada satu pasal pun dalam RKUHP yang menegaskan KPK masih berwenang sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi.
Hal ini dikhawatirkan dapat menjadi celah pelemahan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.