Sinkronisasi syarat
Fadli memandang pelarangan mantan napi kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif, merupakan upaya KPU untuk mensinkronisasi syarat pencalonan.
Pasalnya, UU Pemilu tidak secara tegas mengatur apakah seorang mantan napi kasus korupsi diperbolehkan ikut dalam Pileg 2019.
Sementara, persyaratan berbeda diterapkan terhadap calon presiden dan wakil presiden.
Pasal 169 huruf d UU Pemilu mengatur salah satu persyaratan menjadi presiden dan wakil presiden.
Pasal tersebut menyatakan bahwa seorang calon presiden atau wakil presiden tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukam tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.
"Kan enggak mungkin pemilunya serentak, sementara syarat calonnya berbeda-beda. Padahal kelembagaan negara ini ada di level yang sama dan setara. Itu yang dilakukan oleh KPU," kata Fadli.
Secara terpisah mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay berpendapat, dengan adanya perbedaan syarat tersebut, KPU sebagai pihak penyelenggara pemilu memiliki kewenangan membuat pelarangan mantan napi korupsi ikut dalam Pileg 2019.
Ketentuan tersebut dapat diatur dalam PKPU agar syarat pencalonan dapat setara dan tidak diskriminatif.
"Itu (PKPU) memang masih perdebatan. Tapi menurut saya KPU punya kewenangan mengatur. Maka penyelenggara bisa menatanya, mengambil wewenang supaya syarat ini menjadi setara," kata Hadar dalam sebuah diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (13/4/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.