Langkah pemerintah tak tepat
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai sikap Yasonna tersebut tidak tepat. Sebab, KPU telah melalui seluruh syarat formil yang ditetapkan dalam menyusun peraturan, yakni uji publik hingga rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah.
"Apa yang dilakukan Menkumham tidak tepat karena proses usulan dan masukan itu ada di ruang konsultasi," ujar Fadli saat dihubungi, Senin (4/6/2018),
Selain itu, kata Fadli, Kemenkumham tidak berhak mengoreksi isi dari PKPU dan menyatakan peraturan tersebut bertentangan dengan undang-undang.
Baca juga: KPU Tetap Upayakan Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Sesuai mekanisme yang ada, pihak-pihak yang tak sepakat dengan PKPU dapat mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Dengan demikian, menurut Fadli, KPU dapat mengesahkan peraturan itu meski pemerintah tak sepakat.
"Lagipula belum tahu juga apa ada yang keberatan atau tidak dengan peraturan itu. Masyarakat sendiri banyak yang setuju dengan aturan itu. Biar KPU nanti yang akan mempertanggungjawabkan itu," kata Fadli.
Hal senada diungkapkan oleh Komisioner KPU Viryan Aziz. Ia mengatakan bahwa Kemenkumham tidak berhak mengoreksi isi draf Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif 2019
Baca juga: Pimpinan Komisi II Sepakat Parpol Dilarang Rekrut Caleg Mantan Napi Korupsi
Sebab, konten draf PKPU tersebut sudah dibahas bersama pemerintah dan DPR. Dengan demikian, KPU menilai bahwa PKPU itu sudah menjalani mekanisme sebagaimana yang diatur dalam UU Pemilu.
Meskipun, draf PKPU tersebut mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019, yang dianggap banyak pihak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
"Kemenkumham posisinya pada proses administrasi pengundangan, konten itu ada di kami (KPU)," ujar Viryan di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta, Senin (4/6/2018).