JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) konsisten dengan sikapnya.
Hal itu untuk menghindari penghentian kasus dugaan tindak pidana Pemilu seperti dalam kasus Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Bawaslu meminta KPU agar konsisten dengan komitmennya, agar kasus seperti ini tidak terulang," kata Bagja melalui pesan singkatnya kepada Kompas.com, Jumat (1/6/2018).
Baca juga: Ini Alasan Bareskrim Hentikan Kasus PSI
Sebab, kata Bagja, saat ini pihaknya tengah memproses kasus dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Hanura.
"Kasus PAN dan Hanura masih berjalan. Kami akan terus proses," ujar Bagja.
Bagja berharap, kasus Partai PAN dan Partai Hanura tidak akan berakhir sama seperti kasus PSI.
"Harapannya tidak berakhir seperti kasus PSI," terang Bagja.
Bareskrim Polri sebelumnya mengentikan kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan PSI. Kasus itu dilaporkan Bawaslu.
Baca juga: Kasus PSI Dihentikan Bareskrim, Bawaslu Merasa Ditikam KPU
Dalam kasus tersebut, Bawaslu merasa dihianati oleh KPU yang justru memberikan keterangan berbeda pada saat di Sentra Gakkumdu dan saat diperiksa oleh Bareskrim Polri.
Bawaslu sebelumnya menyatakan, PSI telah melakukan kampanye dini, di luar jadwal yang sudah ditentukan oleh penyelenggara pemilu.
Kampanye tersebut berupa pemasangan iklan oleh PSI di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018.
Menurut Bawaslu, iklan yang dimuat oleh PSI tersebut memuat sejumlah unsur. Pertama, adalah kalimat 'Ayo ikut berpartisipasi memberi masukan! Kunjungi https://psi.id/jokowi2019 Kami tunggu pendapat dan voting anda semua'.
Baca juga: PSI Bersyukur Bareskrim Hentikan Penyidikan Laporan Bawaslu
Selain itu, foto Joko Widodo, lambang Partai Solidaritas Indonesia, Nomor 11, alternatif calon wakil presiden dengan 12 foto dan nama, dan 129 foto dan nama calon untuk jabatan-jabatan menteri dan/atau pejabat tinggi negara.
Bawaslu menilai perbuatan Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal PSI Chandra Wiguna yang memasang iklan di Jawa Pos adalah tindak pidana.
Iklan PSI itu, menurut Bawaslu, merupakan perbuatan tindak pidana pemilu yang melanggar ketentuan Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.