JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI oleh pemerintah dinilai belum mendesak untuk dilakukan.
Aparat penegak hukum atau Polri dinilai masih mampu mengatasi dinamika ancaman terorisme saat ini.
"Pengerahan dan penggunaan Koopsusgab saat ini belumlah dibutuhkan mengingat dinamika ancaman terorisme di Indonesia sesungguhnya masih dapat ditangani oleh institusi penegak hukum," ujar Koordinator Program Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani saat dihubungi, Minggu (27/5/2018).
Baca juga: Kontras: Koopsusgab Tidak Mendesak
Menurut Julius, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme baru dapat dilakukan jika kondisi ancaman sudah mencapai level kritis.
Selain itu, TNI bisa dilibatkan bila Polri sebagai institusi penegak hukum menyatakan tidak dapat mengatasi ancaman teror tersebut.
"Pelibatan TNI baru dapat dilakukan ketika kondisi ancaman sudah kritis dan institusi penegak hukum sudah tidak dapat menanganinya," ucapnya.
Di sisi lain, Julius juga menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam menangani terorisme harus berdasarkan keputusan presiden.
Baca juga: Siapa Jabat Komandan Koopsusgab TNI?
Hal itu sesuai dengan ketentuan pelibatan TNI dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme).
"TNI tidak boleh dilibatkan tanpa keputusan Presiden dalam mengatasi terorisme," kata Julius.
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menuturkan bahwa pembentukan Koopsusgab merupakan implementasi peran dan fungsi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Berdasarkan UU tersebut, TNI juga memiliki peran dalam menanggulangi aksi terorisme sebagai bentuk operasi militer selain perang (OMSP).
Baca juga: BNPT Tunggu Perpres soal Pembagian Kerja dalam Koopsusgab
Menurut Hadi, ketika Koopsusgab telah resmi dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres), maka satuan elite tersebut memiliki peran pencegahan, penindakan hingga pemulihan terkait aksi terorisme.
"Operasi TNI dalam rangka mengatasi aksi terorisme itu utuh mulai dari pencegahan, penindakan dan pemulihan. Monitoring, cegah dini, deteksi dini sampai pada penindakan. Jadi semuanya itu akan dilaksanakan dalam satu kegiatan OMSP," ujar Hadi saat ditemui seusai rapat dengan Komisi I, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Hadi menjelaskan, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme nantinya tergantung dari skala atau tingkat ancaman yang timbul dari suatu aksi teror.
Baca juga: Panglima TNI: Peran Koopsusgab Perlu Diperkuat Peraturan Pemerintah
Artinya, Koopsusgab hanya akan diterjunkan melalui operasi khusus untuk menghadapi aksi teror tingkat tinggi.
Misalnya, upaya TNI dalam operasi pembebasan sandera pesawat Garuda Indonesia pada tahun 1981 dan pembebasan kapal kargo yang dibajak oleh perompak Somalia.
Skala atau tingkat ancaman tersebut, kata Hadi, akan diatur secara detail dalam Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Perpres akan diterbitkan setelah disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme).
Baca juga: Komisi I Dukung Koopsusgab TNI Aktif Berantas Terorisme
"Operasi khusus, ketika sangat-sangat teroris tingkat tinggi dan operasi khusus, itu kita lakukan. Salah satu contoh pada waktu pembebasan kapal yang ada di Somalia, Woyla. Mungkin ada operasi lain yang mirip seperti itu," tuturnya.
"Jadi nanti dari Perpresnya akan kita bisa memilahkan," kata Hadi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.