Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dahnil: RUU Antiterorisme Seperti Menyeret ke Orde Baru...

Kompas.com - 23/05/2018, 21:27 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengkritik sejumlah hal di draf RUU Antiterorisme yang saat ini masih digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bahkan, Dahnil menilai ada pasal yang sangat berbahaya yakni Pasal 13 A. Ia menganggap pasal yang ada di draf RUU Antiterorisme itu seakan menyeret kembali ke Orde Baru.

"Siapapun bisa diangkut pakai pasal ini," ujarnya dalam acara diskusi tentang RUU Antiterorisme di Kantor PP Muhammdiyah, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Baca juga: Kemenkunham: Jangan Sampai karena Definisi, RUU Antiterorisme Tidak Efektif

Pasal 13 A berbunyi, "... setiap orang yang memiliki hubungan dengan jaringan terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan Tindak Pidana Terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."

Menurut Dahnil, pemberlakukan pasal 13 A bisa menyasar siapa saja, termasuk ormas Islam sebesar Muhamadiyah sekalipun bisa dipidana.

Ia mencontohkan, ormas sebesar Muhammadiyah bisa saja disusupi oleh para teroris. Caranya dengan bergabung ke Muhamadiyah, lalu ikut pengajian, namun pada akhirnya meledakan bom.

"Yang kena Muhammdiyah pakai UU ini bisa. Muhamadiyah bisa dipidanakan, Muhammdiyah bisa diangkut dan segala macam. Siapa yang bisa kontrol ini? Enggak bisa," kata dia.

Baca juga: Definisi Terorisme di RUU Antiterorisme Masih Belum Disepakati

"Jadi Pasal 13 A ini ancaman serius buat siapa saja. Ini seperti menyeret kita kembali ke Orde Baru, bahaya sekali. Reformasi kita itu seperti enggak ada gunanya," sambung dia.

PP Muhammdiyah kata Dahnil juga mempersoalkan nama dari RUU Antiterorisme itu. Menurutnya nama yang lebih tepat yakni UU pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme.

Selain itu, Pelibatan intelejen juga dinilai harus hati-hati karena intelijen punya kecenderungan monolog. Segala informasi atau data hanya satu suara.

PP Muhammdiyah kata dia ingin agar data intelejen yang dijadikan alat bukti di pengadilan harus mendapatkan verifikasi dari Ketua Pengadilan setempat.

Kompas TV KPK menangkap bupati dan menyita uang tunai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com