Ada buku bagus yang memetakan perjuangan reformasi 1998 dari sisi politik, sosial, budaya, hankam. Sahih dan tanpa pretensi apa pun karena terbit hanya setahun setelahnya oleh para peneliti ilmu sosial, ekonomi, hukum dari Universitas Indonesia. Kaya data dan penting jadi sumber kajian sampai kini. Judulnya, Kisah Perjuangan Reformasi (Pustaka Sinar Harapan, 1999).
Pada halaman 247, Dr Iwan Gardono Sudjatmiko menulis berdasarkan bacaannya atas majalah D&R 8 Agustus 1998.
"Dampak awal reformasi 1998 ditandai dengan liberalisasi politik melalui dibebaskannya tapol dan napol, peningkatan kebebasan pers dan pencabutan pelarangan buku, pembentukan parpol serta ormas, seperti serikat buruh. Demikian pula reformasi menjanjikan adanya suatu pemilu (1999) yang bebas dan adil. Namun, di bidang ekonomi, reformasi ini tidak dengan segera dapat meningkatkan nilai rupiah serta menurunkan harga sembako. Dari 27 provinsi, hanya Bali yang tidak mengalami rawan pangan dan 80 juta penduduk pada tahun 1998 akan berada di bawah garis kemiskinan."
Saya juga ingin kutip pengantar almarhum Profesor Selo Soemardjan, editor buku itu. Inilah yang menurut saya harus kita cermati sebagai keberhasilan sekaligus kegagalan era reformasi.
"Sayangnya, hilangnya Soeharto dari kedudukannya sebagai Presiden Mandataris MPR dan Panglima Tertinggi ABRI juga berakibat buyarnya masyarakat di luar golongan mahasiswa. Dalam kebebasan yang mendadak itu, para tokoh dan pemimpin masyarakat tidak dapat melanjutkan perjuangan reformasi dengan satu arah yang sama."
Misalnya, masih menurut Prof Selo, jargon masa itu "Berantas KKN" atau "Berantas Kolusi-Korupsi dan Nepotisme" dijabarkan oleh para senior politik menurut pandangan dan kepentingan mereka masing-masing. Euforia terjadi berlarut-larut, yang membuat akhirnya kita pun menjadi pelanggar pesan reformasi itu.
Kita tentunya tak ingin itu terus terjadi. Kita pasti ingin utang kita pada empat Pahlawan Reformasi terbayar lunas. Maka, dalam kapasitas kita masing-masing marilah kita lanjutkan pesan perjuangan mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.