Malam harinya, Soeharto mengumpulkan wartawan untuk memberikan pernyataan di kantor Kedutaan Besar RI untuk Mesir di Kairo. Dengan mengantuk, seluruh wartawan termasuk Osdar, meliput acara itu.
Sayup-sayup, Osdar mendengar Soeharto menyatakan akan mundur.
"Pak Harto ngomong panjang lebar dan itu sudah malam sekali. Sayup-sayup di antara tidur dan tidak itu saya dengar bahwa beliau mengatakan akan mundur," tuturnya.
Baca juga: Cerita Amien Rais soal 20 Mei 1998 dan Jakarta yang Mencekam...
Setelah Soeharto selesai memberikan pernyataan, Osdar berusaha mencari telepon untuk mengirimkan berita ke kantor Kompas di Jakarta. Namun, kantor KBRI saat itu sudah tutup.
Akhirnya, Osdar menemukan telepon internal di pos penjagaan KBRI. Ketika dicoba ternyata telepon itu bisa digunakan untuk menghubungi kantornya.
James Luhulima, redaktur politik Kompas ketika itu, menerima telepon. Osdar pun menuturkan apa yang didengarnya dari mulut Soeharto.
Besoknya, Kamis 14 Mei 1998, Kompas memuat headline yang cukup menggemparkan. "Kalau Rakyat tak Lagi Menghendakinya, Presiden Siap Mundur."
"Wah kami dipanggil oleh Pak Harto untuk ke kamarnya, karena ini katanya ngarang. Perasaan saya saat itu, waktu jalan menuju kamarnya Pak Harto itu seperti walking in the air, jalan di udara, takut. Jadi waktu itu ketakutan betul," ucap Osdar.
Baca: Cerita di Balik Berita Utama "Kompas" Presiden Soeharto Siap Mundur
Situasi Indonesia yang semakin kacau, mempercepat kepulangan Soeharto ke Tanah Air. Rombongan kenegaraan bersama para wartawan tiba di Jakarta pada Jumat, 15 Mei 1998.
Selama perjalanan di pesawat, Osdar merasa terasing karena tidak ada satu orang pun yang mendekatinya. Hingga seseorang melontarkan gurauan pada dirinya. "Eh, Os, Anda ini mau terjun ke Laut Merah atau Laut Hitam."
"Walaupun bercanda tapi kan hati ini enggak bisa tenang," ujarnya.
Sesampainya di Jakarta, Osdar sempat bersembunyi di salah satu tempat milik temannya di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Osdar mengaku bersembunyi adalah pilihan yang paling tepat bagi dirinya. Selain itu, situasi Jakarta juga sedang tidak aman.
Dalam persembunyiannya itu, Osdar sempat ditelepon oleh seorang teman di DPR, salah satu orang dekat Ketua DPR/MPR Harmoko. Orang tersebut, kata Osdar, menanyakan soal pernyataan mundur yang disampaikan oleh Soeharto saat di Kairo.
Osdar menegaskan bahwa Soeharto berkata seperti apa yang ia tulis di artikel berita Kompas.
Tak lama setelah itu, Ketua DPR/MPR Harmoko meminta Presiden Soeharto mundur. Namun pernyataan itu disanggah oleh Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Pernyataan itu dinilai Wiranto sebagai pendapat pribadi, bukan kelembagaan.
"Wah kalau seandainya Pak Harto masih lanjut (berkuasa), apakah saya masih lanjut juga," kata Osdar mengungkapkan pikirannya saat itu.
Baca juga: 18 Tahun Silam, Ketua DPR/MPR Harmoko Minta Presiden Soeharto Mundur
Osdar menuturkan bahwa sebenarnya gelagat Soeharto akan mundur dari kursi kepresidenan sudah terlihat saat itu, jauh sebelum 21 Mei 1998.
Saat itu, menurut Osdar, Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursjid memberikan tanda-tanda Soeharto akan mundur. Insting kewartawanan Osdar pun mengatakan waktu Soeharto berkuasa tidak akan lama lagi.
Perkiraan Osdar tak meleset. Kamis pagi, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.