Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"TKA itu Masalah Klasik, Sudah Ada Sejak Pemerintahan Sebelumnya"

Kompas.com - 30/04/2018, 07:23 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip berpendapat bahwa sebaiknya pihak yang kontra dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), melihat persoalan itu secara proporsional dan obyektif.

Menurut Tavip, Perpres tersebut tak bisa dikaitkan dengan masalah serbuan TKA yang masuk ke Indonesia dan dikhawatirkan memperbanyak jumlah TKA yang melakukan pekerjaan kasar.

Ia menilai justru Perpres Penggunaan TKA, dari sisi substansi, bertujuan untuk membatasi masuknya TKA ke Indonesia.

"Perpres ini justru saya lihat ingin membatasi, ingin mengatur supaya jangan sampai ada tenaga kerja asing yang murahan, rendahan kelasnya, itu diterima di Indonesia. Bahwa ada kasus-kasus (masuknya TKA) itu hal yang berbeda yang harus diatasi," ujar Tavip saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (29/4/2018).

Baca juga : Soal TKA, Yasonna Laoly Sebut Terlalu Disebar dan Dibesar-Besarkan

Dalam Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 26 Maret lalu ini disebutkan, penggunaan TKA dilakukan oleh pemberi kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Tetapi, hal itu dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.

Setiap pemberi kerja TKA, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA

Dalam perpres ini juga disebutkan, setiap pemberi kerja TKA yang menggunakan TKA harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Tavip mengakui memang ada beberapa kasus atau penyimpangan terkait TKA yang masuk ke Indonesia. Namun, kasus itu muncul karena lemahnya pengawasan dari pihak berwenang.

Baca juga : KSP Sebut Perpres Nomor 20/2018 Perjelas Mekanisme Penggunaan TKA

"Kalau kabar adanya serbuan jutaan TKA itu hoaks-lah. Bahwa ada beberapa kasus itu pasti, sejak lama itu sudah ada. TKA itu kan masalah klasik. Sejak zaman pemerintahan sebelumnya juga itu sudah ada," kata Tavip.

Di sisi lain, lanjut Tavip, pihak pengusaha biasanya enggan untuk memberikan pekerjaan-pekerjaan kasar kepada TKA.

Sebab, menurut Tavip, biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pengusaha akan sangat besar jika mempekerjakan TKA.

"Tidak mungkin lah pekerjaan kasar itu diberikan kepada TKA karena biayanya sangat mahal, harus menyediakan mess dan lain sebagainya," ucapnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com