Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"TKA itu Masalah Klasik, Sudah Ada Sejak Pemerintahan Sebelumnya"

Kompas.com - 30/04/2018, 07:23 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Kompas TV Simak pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam program ROSI berikuti ini.

Berpotensi langgar UU

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo menyesalkan sikap pemerintah menerbitkan Perpres Penggunaan TKA. Ia menilai Perpres itu mempermudah TKA untuk bekerja di Indonesia dan berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan.

"Kami kecewa dengan kebijakan ini. Dalam membuat UU, kami, DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk melindungi tenaga kerja kita dan memperketat aturan bagi TKA untuk bekerja di Indonesia. Sikap pemerintah kok malah seperti ini," ujar Sigit melalui keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2018).

Menurut Sigit, kebijakan memberi kemudahkan perizinan pada TKA berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Selain itu, Perpres tersebut juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Jaskon), Undang-Undang Nomor 6 tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran.

Dalam keempat UU itu, kata Sigit, sudah diatur sangat ketat agar tenaga kerja asing tidak asal masuk.

Bahkan, untuk badan usaha jasa konstruksi asing yang bekerja di Indonesia pun harus lebih memprioritaskan pekerja lokal daripada pekerja asing.

"Soal serbuan tenaga kerja asing ini sebenarnya sudah diantisipasi DPR dalam berbagai aturan perundang-undangan. Di UU jaskon misalnya, jelas di UU itu ada pembatasan untuk TKA yang bisa bekerja di Indonesia. Tujuannya untuk melindungi tenaga kerja kita. Dalam UU Arsitek, arsitek asing harus bekerja sama dengan arsitek Indonesia dan sebagai penanggung jawabnya yaitu arsitek Indonesia," kata Sigit.


"Ini semua untuk membatasi TKA dan memprioritaskan tenaga kerja kita. Mengapa sikap pemrintah justru sebaliknya, mengeluarkan Perpres yang mempermudah TKA bisa bekerja di Indonesia," ucapnya.

Di sisi lain, Sigit juga mengingatkan bahwa masih banyak tenaga kerja lokal yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal itu tergambar dari minimnya penyerapan tenaga kerja Indonesia, bahkan minus untuk sektor konstruksi.

Sigit menjelaskan, berdasarkan hasil riset Center of Reform on Economic (CORE), anggaran infrsatruktur yang digenjot pemerintah tidak serta merta menambah lapangan kerja. Untuk sektor konstruksi, CORE mencatat penyerapan tenaga kerja untuk sektor konstruksi minus 7 persen.

Sementara berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2017 menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta atau ada penambahan jumlah pengangguran sebanyak 10 ribu orang dalam setahun terakhir.

Menurut Sigit, hasil survei BPS dan riset CORE sudah cukup membuktikan bahwa Indonesia masih butuh banyak lapangan kerja untuk rakyat.

Apalagi, dari 121 juta penduduk yang bekerja, sebanyak 69,02 juta orang atau 57,03 persen penduduk, bekerja di sektor informal.

"Inikan sangat menyakitkan hati rakyat jika justru lapangan kerja baru diberikan pada TKA. Seharusnya, pemerintah lebih fokus untuk meningkatkan daya saing pekerja Indonesia sehingga bisa terserap diberbagai lapangan kerja, bukan sebaliknya mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif," tutur Sigit.

Kompas TV Presiden menegaskan, tujuan Perpres soal tenaga kerja asing ditujukan menyederhanakan prosedur administrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com