JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menilai, hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan elektabilitas Presiden Joko Widodo mencapai 55,9 persen merupakan hal yang biasa.
Menurut Nurhayati, hasil survei bukan satu-satunya tolok ukur dalam menentukan keterpilihan seorang calon.
"Menurut kami biasa-biasa saja seperti ini naik turun. Lihat nanti dekat Agustus seperti apa. Saya alami survei pileg tinggi, ternyata suaranya merosot. Ini hal yang dinamis tapi survei itu bukan tolok ukur satu-satunya," ujar Nurhayati, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/4/2018).
Baca juga : Survei Kompas: Kepuasan Masyarakat Jadi Kunci Keterpilihan Jokowi
Nurhayati mengatakan, banyak kemungkinan yang terjadi sebelum hari pemilihan.
Tingginya elektabilitas seorang calon belum tentu menunjukkan calon tersebut akan mudah untuk mengalahkan para penantangnya. Demikian pula sebaliknya.
Ia berharap, pada Pilpres 2019, akan muncul figur baru sebagai capres dan cawapres.
"Kemungkinan-kemungkinan masih terbuka tinggal tunggu siapa kira-kira. Seperti lalu banyak muncul figur baru," kata Nurhayati.
Survei Litbang Kompas
Survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Presiden Joko Widodo mengalami kenaikan. Sementara, elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi penantang terkuat petahana justru mengalami penurunan.
Dikutip dari Kompas hari ini, Senin (23/4/2018), responden yang memilih Jokowi apabila pilpres digelar saat ini mencapai 55,9 persen.
Baca juga : Survei Kompas: Jokowi 55,9 Persen, Prabowo 14,1 Persen
Angka itu meningkat dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, elektabilitas Jokowi masih 46,3 persen.
Sementara itu, potensi keterpilihan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto 14,1 persen, turun dari hasil survei enam bulan lalu yang merekam angka 18,2 persen.
Survei ini dilakukan pada 21 Maret-1 April 2018 sebelum Prabowo menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden di Rakornas Partai Gerindra, 11 April lalu.
Penurunan elektabilitas tidak hanya terjadi pada Prabowo, tetapi juga pada calon potensial lainnya. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang sebelumnya dipilih 3,3 persen kini jadi 1,8 persen. Calon lainnya semakin susut keterpilihannya menjadi kurang dari 1 persen.
Naiknya elektabilitas Jokowi dan turunnya potensi keterpilihan tokoh-tokoh penantangnya bisa dijelaskan dari dua sisi.
Baca juga : Survei Kompas: Kepuasan Pemerintahan Jokowi Meningkat Jadi 72,2 Persen