Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK Akan Bahas Langkah Teknis Penggunaan "Safe House" dengan KPK

Kompas.com - 17/04/2018, 19:08 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, pihaknya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membahas langkah teknis terkait penggunaan rumah aman atau safe house untuk perlindungan saksi kasus-kasus korupsi.

"Terkait dengan safe house ini nanti kami akan bicarakan lebih detail lagi dengan KPK prosedurnya seperti apa," ujar Abdul di kantor LPSK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Menurut Abdul, langkah teknis ini berperan penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penggunaan rumah aman antara KPK dan LPSK.

(Baca juga: LPSK: Kami yang Memiliki Kewenangan Mengelola Safe House)

Namun demikian, kata dia, setidaknya LPSK dan KPK telah memperbarui nota kesepahaman bersama terkait perlindungan saksi, pelapor, dan justice collaborator dalam dugaan kasus korupsi.

Ia berharap nota kesepahaman itu akan jadi landasan keduanya dalam membahas teknis penggunaan rumah aman.

"Secara detail belum kami bahas, memang ada ruang lingkup perlindungan saksi. Jadi penting sekali membahas itu (penggunaan safe house), agar tidak terjadi kendala teknis dalam pelaksanaannya," kata Abdul.

Sebelumnya Abdul menjelaskan, nota kesepahaman ini memiliki beberapa ruang lingkup utama, yaitu kerja sama dalam perlindungan saksi, penerapan dan peningkatan laporan harta kekayaan penyelenggara negara, pemetaan titik rawan gratifikasi dan penerapan program pengendalian gratifikasi.

"Untuk lingkup penerapan dan peningkatan laporan harta kekayaan penyelenggara negara, pemetaan titik rawan gratifikasi dan penerapan program pengendalian gratifikasi, merupakan peran KPK, sementara Iingkup perlindungan saksi tindak pidana korupsi menjadi peran LPSK," ujarnya.

(Baca juga: Wakil Ketua LPSK Nilai Safe House Sebaiknya Ditangani Lembaga Khusus)

 

Abdul menegaskan, perlindungan bagi saksi tindak pidana korupsi merupakan utama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi.

Menurutnya, cara pengungkapan korupsi harus menggunakan cara-cara yang tidak biasa, sehingga diperlukan upaya melindungi saksi, pelapor dan justice collabolator.

Selain itu, perlindungan itu juga penting mengingat adanya pihak tertentu yang memiliki kekuasaan baik secara politik maupun ekonomi untuk mengancam atau mengintimidasi saksi, pelapor, dan justice collaborator.

Kompas TV Pada persidangan Kamis (22/3) Setya Novanto kembali meminta dijadikan sebagai justice collaborator.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com