Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Jokowi-Prabowo pada Pilpres 2019, Ketum Golkar Enggan Komentar

Kompas.com - 16/04/2018, 14:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua  Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan menanggapi wacana duet Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2019.

"Itu kan katanya wartawan, silakan saja dilanjut. Golkar tidak menanggapi karena partai berbeda," ujar Airlangga saat dijumpai di Istana Presiden, Jakarta, Senin (16/4/2018).

Airlangga menegaskan, saat ini Partai Golkar belum membahas siapa saja tokoh yang akan diusulkan menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Dikaji sesuai  dengan  waktunya. Termasuk siapa saja," kata Airlangga.

(Baca juga: Survei Median: Prabowo Ditinggal Pendukungnya jika Berpasangan dengan Jokowi)

Partai berlambang beringin tersebut akan membahas cawapres pendamping Jokowi usai Pilkada Serentak 2018 rampung.

"Nama (cawapres Jokowi) akan kami bahas nanti, setelah Pilkada. Kami konsisten (akan membahas) setelah Pilkada," ujar Airlangga.

Kabar Jokowi menawarkan posisi cawapres kepada Prabowo memang sudah muncul ke publik.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy mengeluarkan sejumlah pernyataan yang membenarkan tawaran itu.

Di sela Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama, Romahurmuziy atau yang akrab disapa Romy, membeberkan upaya Jokowi "mendekati" Prabowo sejak November 2017.

(Baca juga: PKS: Kasihan Gerindra Kalau Prabowo Jadi Cawapres Jokowi)

Romy mengatakan, Jokowi telah dua kali bertemu Prabowo pada November 2017 untuk menjajaki posisi cawapres.

Menurut Romy, Prabowo mengapresiasi tawaran tersebut. Bahkan, Prabowo merespons positif tawaran tersebut dengan mengirimkan utusannya beberapa waktu lalu untuk menanyakan kepastian kepada Jokowi.

Namun, belum ada persetujuan dari lima ketua umum parpol pengusung Jokowi di Pilpres 2019.

Romy mengaku setuju dengan pilihan Jokowi. Sementara itu, ketua umum parpol lainnya belum memberikan kepastian.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Hendrawan Supratikno membenarkan pernyataan Romy.

"Sebab, platform ke depan, persatuan nasional lebih penting dibandingkan dengan siapa yang akan jadi presiden. Itu sebabnya muncul salah satu pandangan seperti itu (memasangkan Jokowi dan Prabowo)," kata Hendrawan kepada Kompas.com, Sabtu (14/4/2018).

(Baca juga: Gerindra: Tawari Prabowo Cawapres, karena Jokowi Takut Kalah)

Namun, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait hal tersebut sehingga segala peluangnya masih terbuka.

Petinggi Partai Gerindra juga membenarkan adanya tawaran Jokowi kepada Prabowo. Wakil Sekjen Partai Gerindra Andre Rosiade menilai, Jokowi melakukan hal itu karena takut kalah dari Prabowo.

Ia menegaskan, Prabowo langsung menolak tawaran tersebut. Kesiapan Prabowo menerima mandat sebagai capres dinilai Andre bersifat final dan mengikat.

"Itu kan dongeng Romy saja. Kalau Pak Prabowo mau jadi cawapresnya Jokowi, tentu sudah diterima Pak Prabowo. Tidak mungkin Partai Gerindra deklarasi pencapresan Prabowo 11 April kemarin," kata Andre.

Ia sekaligus membantah bahwa Prabowo pernah mengirimkan utusannya untuk menghadap Jokowi dan menanyakan kelanjutan tawaran tersebut.

Sementara itu, Jokowi menanggapi santai pernyataan Romy soal tawaran cawapres untuk Prabowo.

Dalam sambutannya di peringatan Harlah Ke-45 PPP di UTC, Universitas Negeri Semarang, Sabtu (14/4/2018), Jokowi sembari tertawa meminta Romy bertanggung jawab atas pernyataannya.

Kompas TV Ferry Juliantono membantah pernyataan Ketum PPP Romahurmuziy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com