DEPOK, KOMPAS.com - Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Arfi Hatim mengatakan, Kemenag beberapa kali mengagendakan mediasi antara First Travel dengan calon jemaah dan agen.
Upaya mediasi dilakukan karena Kementerian Agama beberapa kali mendapat pengaduan masyarakat yang mengeluhkan waktu keberangkatan umrah yang tidak jelas.
Kementerian Agama pun memanggil First Travel untuk menghadiri mediasi bersama calon jemaah dan agen pada 22 Mei 2017.
"Kami skaligus klarifikasi dan memediasi karena ada beberapa jemaah dan agen yang laporkan langsung ke kami," ujar Arfi saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Depok, Senin (9/4/2018).
Selain itu, Kementerian Agama juga meminta daftar jemaah yang mendaftar beserta waktu keberangkatannya. Namun, yang datang saat itu tim legalnya, bukan pimpinan First Travel langsung. Saat itu, permintaan mediasi tidak bisa difasilitasi karena pimpinannya absen.
(Baca juga: First Travel Kerap Dipanggil Kementerian Agama Terkait Aduan Jemaah)
Kemudian, pimpinan First Travel kembali dipanggil untuk mediasi pada 24 Mei 2017. Bahkan, kata Arfi, saat itu makin banyak jemaah dan agen yang melapor ke kantornya.
"Tapi manajemen FT tidak ada yang datang," kata Arfi.
Untuk kali ketiga, Kementerian Agama melayangkan panggilan untuk Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan untuk klarifikasi dan mediasi pada 10 Juli 2017.
"Tidak datang juga. Itu yang terakhir," kata Arfi.
(Baca juga: First Travel Sering Bikin Jadwal Keberangkatan Umrah Mendadak)
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mendakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Kepala Divisi Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki melakukan penipuan atau penggelapan dana perjalanan umrah 63.310 anggota calon jemaah yang hendak menggunakan jasa biro perjalanan mereka.
Ketiga orang itu dianggap menggunakan dana calon jemaah Rp 905 miliar.
First Travel menawarkan paket promo umrah murah seharga Rp 14,3 juta. Mereka menjanjikan calon jemaah diberangkatkan satu tahun setelah pembayaran dilunasi.
Pada kenyataannya, hingga dua tahun berlalu, para korban tak kunjung diberangkatkan.