JAKARTA, KOMPAS.com - Agresi militer Belanda pada 21 Juli 1947 membuat TNI Angkatan Udara yang baru tumbuh harus mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Sejumlah pesawat yang baru diperbaiki teknisi dihancurkan oleh Belanda. Bahkan, beberapa pangkalan udara dapat dikuasainya.
Militer Belanda tidak saja melanggar perjanjian yang telah ditandatangani bersama secara sepihak. Mereka menyerang wilayah-wilayah RI, termasuk pangkalan udara yang dikuasai TNI AU.
Kobaran semangat dan tekad untuk melakukan serangan balik terus berkecamuk di kepala para pemimpin Angkatan Udara. Namun, semangat saja tidak cukup.
(Baca juga: Widhi, Penerbang Perempuan Penantang Ganasnya Medan Papua)
Kekuatan Belanda tidak mungkin dilawan secara frontal. Dibutuhkan taktik, koordinasi dan kerja sama di antara para pejuang.
Bagi TNI AU, hal ini juga menyangkut kesiapan pesawat berikut dengan penerbangnya.
Cerita panjang tentang kegigihan TNI AU ini terangkum dalam buku Peristiwa Heroik 29 Juli 1947 (2009), yang diterbitkan oleh Sub Dinas Sejarah Dinas Penerangan TNI AU.
Dilema penerbang muda dan pesan terakhir Adisutjipto
Beberapa hari setelah agresi militer I dimulai, Komodor Muda Udara A Adisutjipto pernah mencetuskan masalah kemungkinan operasi udara terhadap Belanda dengan segala hambatan yang dihadapi.
Pada saat itu, Adisutjipto memberikan penjelasan yang sangat serius. Menurut dia, keadaan sudah cukup gawat, sementara armada yang dimiliki tidak cukup memadai.
(Baca juga: Penerbang Tempur Skuadron 14 Tidak Nganggur Lagi)
Saat itu, tenaga penerbang yang tersedia baru memiliki kualifikasi mampu menerbangkan pesawat buatan Jepang. Pertimbangan untuk menggunakan tenaga penerbang senior dikesampingkan, mengingat mereka disiapkan untuk menjadi pimpinan TNI AU dan penerus perintis penerbangan.
Pimpinan TNI AU tak punya pilihan selain mengandalkan penerbang muda berpangkat Kadet untuk melaksanakan tugas mulia operasi udara. Namun, Adisutjipto rupanya merasa sayang apabila penerbang muda harus menghadapi konsekuensi gugur di medan perang.
Menurut dia, lebih baik para penerbang muda tersebut diungsikan ke luar negeri dan meningkatkan kemahiran.
Di hadapan para penerbang muda, Adisutjipto menyatakan bahwa dia sendiri yang akan menerbangkan pesawat Dakota dan melepaskan bom di daerah sasaran.
(Baca juga: Chappy Hakim, dari Penerbang, Penulis, hingga Presiden Direktur...)
Kata-kata tersebut diucapkan beberapa saat sebelum ia mempertaruhkan nyawanya dengan menerobos blokade Belanda di antara kegelapan malam.